Kediri, (jatimsmart.id) – Kejadian yang memicu keresahan di Kabupaten Kediri terus berlanjut. Senin (21/04/2025), Tim Advokat dari Lembaga Hukum dan Advokasi Persaudaraan Setia Hati Terate (LHA PSHT) Kabupaten Kediri secara resmi melayangkan surat permintaan informasi perkembangan kasus penganiayaan terhadap Putra Hidris Rayyan, seorang pelajar yang diduga menjadi korban penganiayaan dan menuntut kejelasan atas kasus yang kini dinilai “menggantung tanpa arah”.
Surat tersebut ditujukan langsung kepada Kapolres Kediri, dengan tuntutan agar proses penyidikan segera dipercepat dan kejelasan hukum ditegakkan
Langkah berani ini digulirkan setelah LHA PSHT menerima kuasa hukum dari Rudianto, warga Desa Tulungrejo, Kecamatan Pare, yang tak lain adalah ayah sekaligus wali dari korban, Putra Hidris Rayyan—seorang pelajar yang diduga menjadi korban penganiayaan keji.
Dugaan Kekerasan Berat: Tiga Payung Hukum Dikenakan!
Kasus yang telah dilaporkan sejak 25 Maret 2025 ini sebenarnya bukan perkara ringan. Tiga pasal sekaligus membayangi para terduga pelaku, yakni:
• Pasal 170 ayat (1) KUHP – Tentang penganiayaan secara bersama-sama,
• Pasal 80 ayat (1) jo. Pasal 76C UU No. 35/2014 – Perlindungan Anak,
• Pasal 80 ayat (3) jo. Pasal 76C UU No. 35/2014 – Dengan ancaman pidana lebih berat karena menyebabkan luka berat.
Namun, hingga saat ini, keluarga korban belum pernah menerima SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) dari penyidik. Sebuah kelalaian prosedural yang tak hanya melukai rasa keadilan, tapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.
Berkas Belum P-21, Pelaku Sudah Lepas?
Ironi kian meruncing. Tim advokat PSHT mengungkapkan bahwa berkas perkara belum dinyatakan lengkap (belum P-21) oleh kejaksaan, dan penyidik masih diminta melengkapi sejumlah dokumen. Di sisi lain, masa penahanan terhadap terduga pelaku telah habis, memunculkan berbagai spekulasi liar di masyarakat.
“Situasi ini sangat mengkhawatirkan yang bisa memantik persepsi negatif, bahkan eksploitasi politik atas isu yang sensitif ini,” tegas Dipa Kurniyantoro, S.H., M.H., Ketua LHA PSHT Cabang Kabupaten Kediri sekaligus kuasa hukum korban.
Ketidakpastian Hukum Memicu Keresahan Sosial
Tak hanya luka fisik yang ditinggalkan, tapi juga luka batin yang menganga. Keluarga korban menilai lambannya proses hukum telah membawa dampak buruk secara psikologis dan sosial, bahkan berpotensi memicu konflik horizontal.
“Kami hanya ingin hukum ditegakkan. Jangan biarkan kasus ini terkatung-katung, karena keadilan adalah hak semua warga negara, termasuk anak-anak,” ujar Moh. Rofi’an, S.H., M.H., salah satu kuasa hukum yang ikut menandatangani surat permintaan informasi ke Kapolres Kediri.
Ultimatum LHA PSHT: Jangan Abaikan Jeritan Rakyat!
LHA PSHT tak main-main. Dalam suratnya, mereka mendesak Kapolres Kediri memberikan atensi khusus, segera mempercepat penyidikan, dan mendorong pelimpahan berkas ke kejaksaan.
“Kami ingin transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum yang tegas,” ujar tim advokat dalam pernyataannya.
Publik Bertanya: Di Mana Keadilan?
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam di tengah masyarakat Kabupaten Kediri. Sorotan yang bukan sekadar menunggu, tetapi menuntut tindakan nyata. Apakah Polres Kediri akan menjawab jeritan ini, atau justru membiarkan keadilan tercecer dalam labirin birokrasi.(*)