Kediri (Jatimsmart.id) – Polres Kediri membongkar pabrik narkoba berjenis Pil Doble L di Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Dua pelaku diamankan dari penggrebekan ini. Dari lokasi rumah kontrakan tersebut, polisi menyita bahan baku tepung tapioka dan obat-obatan kimia, serta peralatan produksi.
Dua tersangka yang diamankan, masing-masing Sutiono alias Negro (33) warga Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Negro sebagai pemilik sekaligus penyedia alat dan bahan-bahan pembuatan narkoba. Dan Sugeng Pramono (27) pemilik rumah kontrakan di Desa Paron, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Ia sekaligus karyawan yang membantu proses produksi dan penjualan.
Polisi menggrebek pabrik narkoba ini akhir pekan lalu setelah mendapatkan informasi dari masyarakat, atas aktivitas mencurigakan bongkar muat di malam hari yang dilakukan oleh pelaku.
“Awal pengunggkapan, kita berbekal informasi dari masyarakat terkait home industri Pil Dobel L di rumah tersangka. Kemudian kita lakukan penggerebakan dan berhasil kita ungkap produksi rumahan obat keras ini,” kata Kapolres Kediri AKBP Roni Faisal S.I.K. dalam konferensi pers di Mapolres Kediri, Selasa (1/10)
Berdasarkan keterengan pelaku, mereka memproduksi barang haram tersebut secara otodidak selama hampir satu bulan terakhir. Tanpa keahlian khusus di bidang farmasi dan takaran coba coba, pelaku mengaku masih dalam tahap eksperimen. Apes, belum menemukan takaran pasti, polisi menggrebeknya.
“Mereka belajar dari Youtube,” terang Kapolres
Polisi menyita bahan-bahan seperti ketela, tepung tapioka, satu kardus obat Sidiadryl dan Scopamin, serta peralatan produksi. Selain itu, polisi juga menyita 67 ribu butir Pil Doble L buatan pabrik dalam bunker bawah tanah yang disiapkan pelaku. Nantinya, hasil buatannya akan dicampur dengan barang buatan pabrik, dengan perbandingan 100 banding 900 butir dengan harga Rp. 300 ribu per 1000 butirnya.
“Dari pengakuan keduanya ini bahan dasar mereka beli online. Saat ini kita masih melakukan pengembangan dan penyelidikan terkait situs tersebut,” tegas AKBP Roni.
Polisi saat ini juga masih melakukan pengembangan kasus ini, untuk mengungkap jaringan besar di belakang pelaku yang diduga dikendalikan dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) .
Untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya, pelaku terancam pasal 197 Kuhp subsider 196 Kuhp Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp. 1,5 Milyar. (ydk)