Malang (Jatimsmart.id) – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa memastikan telur yang beredar di masyarakat sehat dan aman dikonsumi. Karena diproduksi oleh peternak ayam petelur di Jawa Timur dengan menerapkan pola Good Farming Practices. Masyarakat pun diimbau tidak perlu cemas dan khawatir.
Good Farming Practices sendiri merupakan tata laksana peternakan yang meliputi segala aktivitas teknis dan higinis dalam hal pemeliharaan sehari-hari, cara dan sistem pemberian pakan, sanitasi, serta pencegahan dan pengobatan penyakit.
“Sebanyak 96,3 persen telur di Jawa Timur dihasilkan dari ayam ras petelur yang sudah menerapkan Good Farming Practices. Sisanya 3,7 persen telur dari ayam buras/kampung yang belum dikandangkan secara permanen. Diantaranya ditemukan di daerah Tropodo. Untuk itu, masyarakat jangan khawatir karena telur dari Jatim sehat dan tidak mengandung racun,” terang Khofifah sapaan akrab Gubernur Jatim. Saat melakukan kunjungan ke Kelompok Telur Intan di Kecamatan Tumpang, Malang, Minggu 17 November 2019, seperti dalam keterangan tertulisnya. Dalam kunjungan tersebut, Khofifah didampingi Dinas Peternakan Provinsi Jatim, Bupati Malang serta Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Imbauan ini disampaikan sehubungan dengan adanya rilis hasil penelitian jaringan kesehatan global (IPEN). Yang menyebutkan bahwa ayam buras/kampung yang dipelihara secara umbaran dan mencari makan di tumpukan plastik di daerah Tropodo, Sidoarjo, memiliki tingkat kontaminasi dioksin terparah kedua sedunia.
Untuk memastikan hal itu tak terjadi, Gubernur Khofifah melakukan kunjungan langsung ke daerah peternakan rakyat ayam petelur di Plumpang – Malang.
Kunjungan tersebut difokuskan di peternakan milik H Kholik yang memiliki populasi sekitar 300 ribu ekor ayam, dengan produksi telur sekitar 14 ton/hari atau setara 210 ribu butir/hari. Dimana, di peternakan ini quality controlnya sangat terjaga. Bahkan, telur-telur yang dipasarkan peternakan ini hanya yang Grade A atau kualitas terbaik.
“Telur-telur yang dipasarkan peternakan ini hanya yang Grade A dengan kualitas terbaik. Sedangkan yang Grade B tidak dipasarkan. Untuk itu, telur-telur ini sangat aman dikonsumsi masyarakat,” kata Khofifah.
Khofifah menambahkan, pemeliharaan unggas dengan penerapan pola tersebut terhadap 92,5 persen unggas penghasil telur di Jatim telah menggunakan pakan yang memiliki Nomor Pendaftaran Pakan (NPP). Terlebih lagi, produksi telur unggas di Jatim pada tahun 2018 mencapai 543,56 ribu Ton atau setara 8,2 milyar butir telur. Serta berkontribusi sebesar 29 persen terhadap nasional atau peringkat 1 nasional.
“Jatim telah surplus telur unggas mencapai 2,8 milyar butir telur, dan telah mampu mensuplai provinsi lain di Indonesia,” terang mantan Menteri Sosial ini.
Untuk menjamin kualitas dan mutu telur di Jatim, Pemprov Jatim melalui Dinas Peternakan telah melakukan berbagai upaya. Salah satunya dengan sertifikasi kompartemen bebas penyakit flu burung di seluruh breeding farm yang memproduksi bibit untuk ayam petelur dan pedaging final.
Selain itu, dengan melakukan uji yang dilanjutkan sertifikasi bebas penyakit Pullorum untuk induk ayam yang menghasilkan bibit ayam umur sehari yang akan diedarkan ke masyarakat. Serta, melakukan pengambilan dan pengujian sampel telur dan daging unggas oleh Laboratorium Kesehatan Hewan secara periodik.
Bagi para peternak ayam petelur, Khofifah juga berpesan, agar tidak perlu resah karena telur yang diproduksi adalah telur yang berkualitas, di bawah pengawasan Dinas Peternakan Provinsi maupun kabupaten/kota. Sehingga, akan tetap dibutuhkan oleh konsumen.
“Para peternak ayam telur jangan resah, karena telur yang dihasilkan berkualitas dan tidak mengandung racun. Oleh sebab itu, konsumen juga masih sangat membutuhkannya,” terangnya.
Gubernur perempuan pertama di Jatim ini meminta, bagi masyarakat yang memihara ayam kampung dengan cara dilepas atau diumbar untuk segera beralih pemeliharaan unggas dengan skala bisnis dan dikandangkan.
Secara khusus untuk Pemkab Sidoarjo, pihaknya berharap agar segera melakukan koordinasi dengan camat, lurah dan kades setempat. Utamanya untuk melakukan pembinaan kepada peternak ayam petelur agar melakukan budidaya secara higienis.
“Saya harap Pemkab Sidoarjo segera koordinasi dengan seluruh jajarannya, agar bisa melakukan pembinaan untuk budidaya higenis maupun kandangisasi. Hal ini penting, karena tugas pemerintah adalah memberikan solusi terbaik bagi masyarakat termasuk peternak,” pungkas Khofifah.
Sementara itu, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, Prof Suyadi juga menyampaikan bahwa telur-telur yang dihasilkan di peternakan seperti milik H Kholik aman untuk dikonsumsi masyarakat. Apalagi, telur-telur di sini diproduksi dengan sistem industri yang mementingkan input, proses dan output.
“Ketika kita lihat di sini tidak ditemukan adanya proses pembakaran sampah plastik seperti yang ditemukan di Tropodo. Ditambah lagi karena disini menggunakan pakan komersial, sehingga terjamin mutu dan kualitasnya,” jelas Prof. Suyadi.
Produksi telur ayam di peternakan ayam untuk komersial selalu menggunakan sistem industri. Input pakan, air minum, dan juga udara sangat penting sebagai faktor output produksi telur.
“Teknik produksi antara ayam kampung dengan ayam komersial beda. Untuk ayam petelor komersial apa yang dihasilkan ayam adalah akumulasi yang masuk tubuh, pakan, air, dan udara. Kita lihat disini, tidak ada pembakaran signifikan,” urai Prof Suyadi.
“Pakan ayam petelor komersial selalu menjaga mutu. Dan bahan-bahan yang digunakan mulai air minum, pakan ayam sangat dijaga hati-hati karena ayam sangat peka. Maka saya yakin peternak di sini juga tidak berani merubah kompoisisi air minum, vitamin dan pakan karena akan sensitif pada hasil telur,” lanjutnya.
Sedangkan untuk yang dirilis IPEN terkait temuan kasus di Tropodo adalah ayam kampung yang hasil telurnya non komersil. Yang di sana lokasinya dekat dengan pembakaran sampah.
Senyawa dioksin yang ditemukan di sana adalah senyawa yang merupakan racun karena sulit dicerna dalam metabolisme tubuh. Biasanya senyawa tersebut terkontaminasi dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari limbah plastik.
“Yang dari pembakaran itu, asapnya menguap, terhirup dan terakumulasi dalam tubuh. Nah untuk ayam komersial beda. Yang dalam tubuh adalah akumulasi yang masuk tubuh, lewat pakan, air, dan udara. Dari situ kami berikan informasi kondisi peternakan ayam di sini ini terpisah dari kontaminan. Maka hasil poduksi telurnya aman,” pungkasnya. (jek)