Surabaya (Jatimsmart.id) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dihadapan Pimpinan, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jatim, serta dihadiri Sekdaprov Jatim dan jajaran OPD. Acara dibuka oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur, Kusnadi, di Ruang Rapat Paripurna, Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur pada Senin (21/8/2023).
Kusnadi mengatakan maksud dan tujuan sosialisasi ini ialah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan pelaporan mengenai identifikasi serta membangun komitmen bersama untuk mewujudkan lingkungan yang bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Kusnadi politisi asal fraksi PDIP Jatim, juga menjelaskan sosialisasi ini akan memberikan manfaat dan pembelajaran yang baik bagi para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) serta memberikan suatu penguatan kepada masing-masing OPD dalam menjalankan tugasnya.
Ia juga, mengapresiasi Gubernur Jawa Timur yang telah memudahkan para kepala perangkat daerah untuk ikut hadir dalam kegiatan sosialisasi yang bertujuan untuk perbaikan penyelenggara pemerintah daerah khususnya pemerintah daerah provinsi Jawa Timur.
Sosialisasi tersebut menghadirkan dua narasumber yakni, Moch. Nur Aziz, Kasatgas Supervisi Direktorat III Korsup KPK RI, Irawati, Kasatgas Koordinasi Direktorat III Korsup KPK RI. M. Nur Aziz mengatakan bahwa gratifikasi sebenarnya tidak dilarang karena gratifikasi itu pemberian dalam arti luas. “Yang dilarang itu jika ada kepentingan dengan jabatan atau kedudukan.”katanya
Ia juga menyampaikan, bahwa ada beberapa gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan seperti penerimaan hadiah atau tunjangan atas prestasi kerja, seminar kit atau sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi, keuntungan atau bunga dari penempatan investasi atau kepemilikan saham pribadi, dan manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi pegawai negeri.
Aziz juga, mengatakan gratifikasi tidak dianggap sebagai suap apabila penerima menyampaikan laporan kepada KPK selambat-lambatnya 30 hari sejak menerima gratifikasi tersebut. “Nah korupsi ini pasti ada penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Selain itu linear dengan mencari keuntungan pribadi atau kelompok. Dan yang pasti sudah melanggar aturan yang berlaku,. Apa yang dilakukan para koruptor ini menimbulkan kemiskinan yang semakin banyak,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ada beberapa gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan seperti penerimaan hadiah atau tunjangan atas prestasi kerja, seminar kit atau sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi, keuntungan atau bunga dari penempatan investasi atau kepemilikan saham pribadi, dan manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi pegawai negeri.
Menurutnya jenis tindak pidana korupsi tidak hanya pengadaan barang dan jasa, tapi ada juga penggelapan dalam jabatan, suap, perbuatan curang, pemerasan, dan konflik kepentingan. Azis juga merinci titik rawan korupsi, pertama adalah pembagian dan pengaturan jatah proyek APBD. Kedua, meminta/menerima hadiah pada proses perencanaan APBD, ketiga adalah uang ketok pembahasan dan pengesahan APBD. Keempat, penyelenggaraan tarif proses pendaftaran CPNS dan promosi, rotasi dan mutasi ASN, kelima adalah dana aspirasi, keenam adalah pokir yang tidak sah.
“Kemudian ketujuh adalah pelaksanaan pengadaan barang dan jasa mark up, penurunan spek/kualitas, pemotongan oleh Bendahara. Kedelapan, rekrutmen, promosi, mutasi dan rotasi kepegawaian, kesembilan adalah perizinan dan pelayanan publik, kesepuluh pembahasan dan pengesahan regulasi. Dan kesebelas pengelolaan dan pendapatan daerah, keduabelas proses penegakk hukum,” jelasnya.
Azis menambahkan berdasarkan data KPK tahun 2004 hingga 3 Januari 2022 tjndak pidana korupsi berdasarkan instansi yang paling banyak dilakukan pemkab dan pemkot sebanyak 453 kasus, kementerian/lembaga 402 kasus, pemerintah provinsi 158, BUMD/BUMN 98 kasus, DPR dan DPRD 74 kasus dan komisi 20 kasus.
Sementara itu berdasarkan profesi atau jabatan, anggota DPR-DPRD berada pada urutan nomor 2, kalau berdasarkan instansi pada urutan nomor 5. Azis mengatakan urutan pertama adalah swasta dengan 367 orang, anggota DPR-DPRD 302 orang dan eselon I/II/III sebanyak 284 orang.
Sementara Kasatgas Koordinasi KPK, Irawati mengatakan bahwa tindak pidana korupsi ada karena adanya kesalahan pada tata kelola, administrasi, atau kesalahan dari sisi tindak pidana korupsi. “Maka ketika kita mengurai terkait dengan tindak pidana korupsi, maka kita coba urai dari awal bagaimana proses tata kelola itu berjalan dengan baik sehingga dapat mencegah dari sisi potensi resiko korupsi itu sendiri,” ujarnya.
Ia menjelaskan, bahwa perbaikan tata kelola dapat dilaksanakan dengan cara mendorong kepatuhan terhadap Peraturan Perundangan yang berlaku pada setiap area, mendorong terciptanya sistem yang meminimalisir peluang terjadinya Tindak Pidana Korupsi (TPK), melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait (pusat dan daerah) dalam rangka pencegahan TPK serta memperoleh informasi terkait dengan dugaan adanya potensi TPK.
Irawati berharap pada momen ini, semua yang tergabung dalam sosialisasi, berkomitmen dalam proses perancangan sampai dengan penganggaran tersebut, yang memang berjalan sesuai dengan koridor waktunya, tetapi juga sesuai dengan tidak adanya potensi korupsi di dalamnya. “Karena fungsi dari kami (Koordinasi) adalah salah satu untuk mengingatkan agar tidak terjadi potensi korupsi,” katanya
Irawati juga menambahkan tentang petty corruption yang terjadi di layanan publik, yakni korupsi skala kecil yang terjadi antara pejabat publik dengan masyarakat. “Di mana hal tersebut terjadi antara masyarakat sebagai penerima layanan dan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai pemberi layanan, masih banyak kita temukan terkait hal-hal yang dianggap kecil, tapi itu petty corruption yang banyak terjadi di Indonesia,” tuturnya.
Ia juga menjabarkan, bahwa hasil rekomendasi Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) adalah bagaimana para perangkat daerah meminimalisir petty corruption dan menolak serangan fajar. (red/kjt)