Trenggalek (Jatimsmart.id) – Satuan Reserse Kriminal Polres Trenggalek menangkap pengepul baby lobster atau benur ilegal. Pelaku berinisial ED, warga Desa Margomulyo, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek.
Dalam aksinya, pelaku mengumpulkan dan membeli benur dari para nelayan, untuk dijual kembali. Ini bukan kali pertama pelaku ditangkap, sebelumnya pelaku telah dua kali diamankan polisi atas kasus yang sama.
Kapolres Trenggalek AKBP Doni Satria Sembiring mengatakan, penangkapan terhadap pelaku ini bermula dari informasi masyarakat terkait adanya aktifitas penjualan benur di wilayah Watulimo. Polisi akhirnya menangkap pelaku dan mengamankan 2. 367 ekor benur siap dikirim. Kerena tidak bisa menunjukkan surat izin usaha perikanan, pelaku kemudian dibawa untuk mejalani proses pemeriksaan lebih lanjut.
“Dari hasil pemeriksaan sementara pelaku mengaku sudah melakukan pengiriman sebanyak 5 kali ke sebuah perusahaan yang merupakan pengepul utama,” kata AKBP Doni.
Dihadapan polisi, pelaku mengaku telah melakukan transaksi sebanyak 20 kali dengan nelayan. Pelaku mengambil benur dari nelayan seharga Rp 8.500 per ekor, dan dijual kembali dengan harga Rp 9.000 per ekor. Pelaku memiliki 15 nelayan langganan untuk memperoleh benur tersebut. Benur yang diamankan tersebut terdiri dari jenis pasir dan mutiara.
“Terdapat 2.300 ekor benih lobster jenis pasir dan 67 ekor baby lobster jenis mutiara yang kita jadikan barang bukti” imbuhnya.
Doni menjelaskan, sesuai peraturan untuk nelayan penangkap Benih Bening Lobster (BBL) atau benur harus ada penetapan yang dikeluarkan dari Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Setelah mendapat penetapan jika menangkap BBL maka harus mengajukan SKAB (Surat Keterangan Asal Benih) yang diterbitkan oleh Dinas Perikanan Kabupaten setempat.
Polisi sendiri masih akan melakukan kajian bersama tim ahli guna menentukan sanksi yang akan diterapkan, apakah pidana atau hanya administrasi terhadap praktik penjualan benur ilegal ini.
“Pelaku terbukti ilegal karena tidak bisa menunjukkan dokumen resmi, dan ini sangat merugikan negara,” pungkasnya. (pam/ydk)