Kediri – Keberadaan candi sebagai tanda warisan kejayaan zaman kerajaan banyak ditemukan dalam kondisi mengenaskan, tertimbun tanah. Hal ini membuktikan bahwa bangunan yang dirancang sedemikian rupa agar tetap kokoh, tetap runtuh ketika bencana alam menerjang. Untuk itu para pakar menilai, fenomena tersebut harus diambil pelajaran sehingga bangunan publik harus mempertimbangkan faktor dampak bencana.
Kepala BPCB Trowulan Jawa Timur M. Said mengatakan seperti situs Candi Adan-Adan bisa dimanfaatkan sebagai wahana wisata museum kebencanaan. Artinya Situs Candi Adan-Adan di Desa Adan-Adan, Kecamatan Gurah, nantinya bisa dikembangkan sebagai wahana edukasi tentang bagaimana belajar menghadapi dan mempersiapkan diri terhadap bencana yang ada.
“Sehingga adanya Candi Adan-Adan ini menjadi pembelajaran tentang mitigasi bencana letusan Gunung Kelud. Bahwa candi yang besar ini, dimana denah luasan candi induknya saja dipastikan berukuran 28 x 28 meter, belum dinding luarnya berjarak 100 meter, yang sudah pasti dibuat dengan pemikiran dan persiapan mendalam, nyatanya bisa terkubur dalam tanah setinggi 4 meter,” katanya.
Para pakar menilai candi atau bangunan suci, posisinya pasti direncanakan di lokasi yang tidak terdampak bencana. Misal Candi Adan-Adan ini posisinya sudah benar, mereka paham geologi dengan meletakkan candi berada jauh dari sungai lahar tapi kenyataannya demikian. Oleh karena itu, lewat situs ini kita bisa melihat dan mempelajari pentingnya mitigasi bencana.
Misal dari lapisan tanahnya seperti dipaparkan arkeolog, bisa diprediksi berapa kali terjadi letusan sangat dasyat sehingga lapisan tanahnya begitu tebal. Seperti dalam temuan saat penggalian sampai 11 lapisan berbeda tanahnya. Ada yang sampai 40 cm. Berarti bila candi ini dibangun abad 12, artinya baru berusia 9 abad ada 11 letusan luar biasa yang memiliki dampak bencana yang luar biasa hingga mengubur peradaban. (ydk/sam)
Baca Juga :