Ponorogo (Jatimsmart.id) – Selangkah lagi Reog Ponorogo masuk produk budaya Indonesia yang ditetapkan United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTB). UNESCO menyatakan dosir (dossier) yang berisikan dokumen detail tentang reog sudah lengkap. Ernesto Ottone Ramirez, Assistant Director-General for Culture, Closing Ceremony UNESCO, telah resmi berkirim surat ke Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek, Hilmar Farid, tertanggal 22 Desember 2023. Pada surat tersebut menyebutkan bahwa Reog Ponorogo masuk list sidang intangible cultural heritage (WBTB) yang akan berlangsung pada tahun 2024.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Ponorogo, Judha Slamet Sarwo Edi, merasa plong setelah UNESCO menyatakan dosir Reog Ponorogo sudah lengkap. Sebab, butuh perjuangan ekstra untuk melengkapi dokumen setebal 16 halaman itu. “Ada perbedaan format pengajuan dosir WBTB dari sebelumnya berbentuk hard copy (cetak) menjadi bentuk file. Jumlah halaman juga dibatasi tapi tetap harus detail,’’ kata Judha.
Dalam file itu sengaja disertakan pula video sebagai pelengkap. Judha mengaku mendapat kabar dari Direktorat Perlindungan Kebudayaan Kemdikbudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) bahwa UNECO sudah menyatakan lengkap dosir Reog Ponorogo. ‘’Kami mengirimkan dokumen itu ke Kemendikbudristek dan mereka yang meneruskannya ke UNESCO,’’ terangnya, melalui rilsi yang disampaikan Senin (1/1/2024).
Menurut dia, pengakuan UNESCO terhadap Reog Ponorogo sebagai warisan budaya takbenda akan memberikan kebanggaan tersendiri kepada seluruh warga Ponorogo dan masyarakat Indonesia. Sebab, peradaban suatu negara akan terlihat dari seberapa unggul dan seberapa adiluhung kebudayaannya. ‘’Reog yang notabene kesenian asli Ponorogo itu masuk jadwal sidang UNESCO dengan kategori daftar perlindungan mendesak,’’ jelas Judha.
Jika lolos, maka Reog Ponorogo akan tercatat sebagai 14 warisan budaya takbenda Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO. Secara berurutan adalah pertunjukan wayang (2008), keris (2008), batik (2009), angklung (2010), tari saman (2011), noken/tas tradisional dari papua (2012), tiga genre tarian tradisional Bali (2015), kapal pinisi (2017), pencak silat (2019), pantun (2020), gamelan (2021), dan budaya sehat jamu (2023). (red/kjt)