Blitar (Jatimsmart.id) – Dahulu di Indonesia ada seorang pengusaha asal Semarang bernama Oei Tiong Ham yang semasa hidupnya (1866-1924) sukses menguasai pasar gula dunia. Dia dijuluki raja gula dunia. Namun, cerita hidupnya hanya sekedar romantisasi masa lalu. Sebab, itu sulit terwujud di masa sekarang. Kini pasar gula dunia dikuasai Brasil, yang memproduksi gula mencapai 38 juta ton pertahun dan India 33 juta ton pertahun.
Hal tersebut diungkap Ir. Endro Hermono, M.B.A anggota komisi IV DPR RI ketika membuka bimbingan teknis perkebunan manajemen produktivitas tebu di salah satu hotel di Kabupaten Blitar.
Bekerjasama dengan Kementerian Pertanian RI dan Dinas Pertanian Kabupaten Blitar, pihaknya mengajak ratusan petani tebu untuk kembali bisa memproduksi gula lebih baik.
“Masyarakat kita lebih pandai berjualan, daripada bagaimana menjadi petani tebu yang bisa memproduksi gula lebih banyak. Indonesia masih import gula dari negara lain,padahal dulu kita menjadi penguasa produksi gula dunia,” ungkap Endro Hermono.
Dalam paparan Kementerian Pertanian, pada tahun lalu saja produksi gula di Tanah Air hanya 2,4 juta ton. Sedangkan, mengacu pada data Departemen Pertanian Amerika Serikat, konsumsi gula Indonesia mencapai 7,8 juta ton, artinya Indonesia masih harus impor gula besar-besaran termasuk raw sugar dari India. Dalam sejarahnya, industri gula di India berkaitan erat dengan kolonialisme Inggris. Tanaman tebu menjadi komoditas penting pemerintah kolonial karena bisa mendatangkan cuan.
Alhasil, pabrik-pabrik gula pun tumbuh untuk mengolah tebu. Kasus seperti ini sebenarnya terjadi juga di Indonesia dan hampir mirip. Meski sama-sama dimulai dari masa kolonialisme, faktanya industri gula Indonesia jauh tertinggal. Bahkan, jika disandingkan dengan geografis sebagai faktor budidaya tanaman tebu, kedua negara juga memiliki kemiripan.
Berkat kombinasi kontrol ketat pemerintah dan pembaharuan teknologi, tak mengherankan apabila tebu dan gula di India sangat produktif dan terjadi peningkatan produksi gula besar-besaran. Bahkan, keberhasilan India menciptakan varietas tebu terbaik berhasil dipuji seluruh dunia. Maka, predikat raja gula dunia pun tak salah disematkan ke negara yang punya banyak kemiripan dengan Indonesia ini.
“Untuk itu perlu peran nyata Pemerintah agar produksi gula lebih meningkatkan,dengan memberjka pembelajaran serta pemahaman perkembangan teknologi agar petani tebu bisa bersaing,” lanjut anggota Komisi IV Fraksi Gerindra tersebut.
Ir. Endro Hermono,M.B.A menjelaskan, produksi gula sangat terpengaruh kondisi iklim. Dia menjelaskan, produktivitas tebu bergantung pada kecukupan air yang dibutuhkan tanaman tebu.
“El Nino memang membuat rendemen lebih bagus. Kemungkinan ada kenaikan 0,5 poin tahun ini. Tapi, produktivitas tebu turun sekitar 20%. Artinya, kenaikan rendemen itu tidak bisa mengompensasi penurunan produktivitas,” jelasnya.
Menurut Endro, pada saat tanaman tebu berumur 9 bulan, kondisi iklim sangat mempengaruhi produktivitas. Di mana pada umur ini, terjadi fase pembentukan gula.
“Idealnya, perbedaan suhu maksimum dan minimum itu maksimal 11%. Ini baik untuk pembentukan gula pada tebu,” tutupnya. (tok)