Blitar (Jatimsmart.id) – Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) Blitar, terus mendesak Drh. Adi Andaka sebagai kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar mundur dari jabatannya. Massa juga menggangap Pemerintah Kabupaten Blitar tidak becus menempatkan pejabat yang sesuai dengan akademik dinas tersebut mengingat Adi Andaka merupakan pejabat dengan gelar Dokter hewan.
Namun Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Blitar mempunyai pandangan berbeda. Ketua Bidang Komunikasi, Fajar, SH. mengatakan jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, di sana tidak pernah dikatakan secara implisit bahwa suatu jabatan harus linier dengan pendidikan.
Lebih jauh, pasal 107 mengatakan bahwa persyaratan untuk dapat diangkat dalam Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Utama dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah memiliki klasifikasi pendidikan paling rendah sarjana atau diploma IV, memiliki kompentensi teknis, kompentensi manjerial, dan kompentensi sosial kultural sesuai standar kompentensi yang ditetapkan.
Kemudian memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas yang terkait dengan jabatan yang akan diduduki secara kumulatif paling singkat selama 10 tahun, sedang atau pernah menduduki JPT madya atau jabatan fungsional (JF) jenjang ahli utama paling singkat 2 tahun, memiliki rekam jejak jabatan, integritas, dan moralitas yang baik; usia paling tinggi 58 tahun; sehat jasmani dan rohani.
“Terkait hal tersebut, adakah indikasi pelanggaran yang dilakukan hingga sekelompok masyarakat yang tergabung dalam sebuah LSM tertentu melakukan demonstrasi menuntut agar penjabat yang dimaksud supaya mundur?,” kata Fajar, Kamis (22/6/2023).
Tentu, sebagian besar dari anggota LSM itu akan mempersoalkan klausul Kompetensi Teknis, yang mana sudah dijelaskan di dalam pasal 109, bahwa Kompetensi Teknis diukur dari tingkat dan spesialisasi pendidikan, pelatihan teknis fungsional, dan pengalaman bekerja secara teknis.
Yang dimaksud tingkat dan spesialisasi pendidikan yang menjadi polemik dalam persoalan ini, bahwa penjabat yang dimaksud telah memenuhi syarat karena menyandang gelar sarjana. Lebih spesifik sarjana kedokteran hewan dimana keilmuannya itu digunakan untuk mengabdikan diri kepada negara melalui Dinas Perternakan Daerah dari tahun 1998 hingga 2012. Kemudian dilanjutkan hingga meraih magister manajemen jurusan Administrasi Publik.
Barulah setelah itu yang bersangkutan mendapat tugas menjadi Kepala Pelayanan Terpadu Satu Pintu pada tahun 2012, Kepala Bagian Pelayanan Pengadaan Setda tahun 2016, Kepala Dinas Perternakan 2019, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman 2021, dan sekarang menjadi Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar.
“Jika ingin terbuka, sebelum melakukan demonstrasi yang memancarkan aura kedunguan, harusnya mereka mengutip dalil dari Socrates yang berbunyi: The unexamined life is not worth living, bahwa hidup yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani. Dalam konteks ini, ujilah terlebih dahulu kemampuan manajerial Saudara Adi Andaka saat memimpin Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar. Lihat kinerjanya, awasi kebijakannya. Barulah setelah itu lakukan aksi jika tidak ada kesesuaian,” terang Fajar.
“Atau, kita bawa persoalan ini ke arah yang lebih subtil, yaitu sebuah mitologi dari Yunani tentang seorang putri raja dari Troy yang bernama Cassandra dengan parasnya yang sangat cantik hingga Appolo, putra Zeus, menaruh hati kepadanya.
Atas perasaan tersebut akhirnya Appolo memberinya hadiah, sebuah kekuatan yang bisa digunakan untuk meramal masa depan. Akan tetapi, sisi buruk dari kekuatan ini, atas ramalan tersebut, ucapan Cassandra tidak akan dipercaya oleh satupun orang,” tambahnya.
Peristiwa di atas, di dalam diskursus psikologi, sebagaimana yang pernah ditulis oleh Melanie Klein dan Laurie Layton Schapira—disebut sebagai Cassandra Complex, sebuah keadaan dilematis yang dialami seseorang karena adanya disfungsional The Appolo archetype yang membuatnya tidak memiliki pilihan selain diam.
Demikian halnya yang terjadi pada Adi Andaka. Satu sisi, jabatan Kepala Dinas Pendidikan adalah amanah sebagaimana yang tertuang di dalam Perbup Nomor 27 Tahun 2022 pasal 5 ayat (1), bahwa tugas Kepala Dinas Pendidikan adalah membantu Bupati periode 2021-2024 dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah di bidang pendidikan dengan segala macam visi-misi yang pernah dijanjikan kepada rakyat.
Sedangkan sisi yang lainnya, tugas berat tersebut harus dilakukan dalam tempo yang sangat singkat mengingat periode kekuasaan bupati hanya tinggal beberapa bulan saja.
“Kondisi seperti inilah yang terjadi pada saudara Adi Andaka. Selain harus mengemban amanah yang bebannya tidak ringan, waktu yang singkat, yang bersangkutan masih harus menghadapi persoalan sosial karena didemo terus-terusan oleh LSM yang, menurut saya, tidak tepat sasaran dengan tuntutan-tuntutan yang tidak presisi,” paparnya.
Ditegaskannya, justru dalam kondisi yang penuh dengan tekanan tersebut ditambah waktu yang sangat terbatas ini, masyarakat harus memberikan dukungan agar dunia pendidikan di Kabupaten Blitar menjadi semakin baik.
Sebaliknya, dengan adanya aksi penolakan yang terjadi akhir-akhir ini akan membuat kinerja Kepala Dinas Pendidikan menjadi terhambat. Puncaknya, yang dirugikan adalah masyarakat, karena tidak tercapainya visi-misi pendidikan di Kabupaten Blitar.
“Terakhir, perlu saya tegaskan sekali lagi, bahwa Satu, pengisian pos-pos jabatan untuk level kepala dinas dan eselon dilakukan dengan cara yang konstitusional dan terbuka melalui lelang jabatan. Jika teman-teman dari LSM menemukan bukti menyelewengan dalam proses tersebut, laporkan! Jangan dibalik, menyuruh orang mundur, pembuktiannya belakangan. Dengan kata lain, mereka telah membodohi rakyat, memobilisasinya, kemudian menyuruh agar melakukan aksi penolakan yang belum jelas duduk perkaranya,” jelasnya.
“Dua, pengangkatan Kepala Dinas ditetapkan melalui Perbup, berlandaskan Permen, dan PP, maka dalam kesempatan ini saya meminta agar mereka menggunakan hak jawab guna menjelaskannya kepada publik tentang persoalan ini,” pungkasnya. (tok)