Kediri, (jatimsmart.id) – Pj Wali Kota Kediri Zanariah membuka Harmoni Belajar Seri 5, Jumat (8/11) secara virtual. Tema dalam Harmoni Belajar kali ini adalah Pengarusutamaan Gender dalam Kebijakan dan Pelayanan Publik : Membangun ASN Inklusif dan Berdaya. Materi tersebut disampaikan oleh narasumber, yakni, Fasilitator PUG Jawa Timur Suti’ah dan Kepala DP3AP2KB Arief Cholisudin.
“Saya yakin Bapak Ibu sudah sering mendengar kata pengarusutamaan gender bahkan mungkin sampai bosan. Tapi tidak menutup kemungkinan selama ini kita hanya tahu tapi belum memahami mendalam kenapa topik ini begitu penting untuk dibahas. Pas sekali Harmoni Belajar mengangkat hal ini agar Bapak Ibu semakin paham,” ujarnya.
Zanariah mengungkapkan menurut data BPS Kota Kediri, jumlah penduduk Kota Kediri pada tahun 2023 sebanyak 295.225 jiwa. Dengan rasio jenis kelamin 100,51 yang menunjukkan keseimbangan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Penduduk Kota Kediri didominasi usia produktif sebesar 69,93 persen dengan rasio ketergantungan penduduk usia belum produktif dan penduduk lansia sebesar 43 persen. Artinya, Kota Kediri telah mencapai bonus demografi yang harus dioptimalkan potensinya. Tingkat partisipasi kerja perempuan di Kota Kediri sebanyak 60,37 persen. Keterwakilan perempuan dalam politik dan pemerintahan juga telah menunjukkan angka yang cukup baik. Yakni, 37 persen keterwakilan perempuan di legislatif atau sebanyak 11 dari 30 anggota DPRD, dan 41 persen keterwakilan di eksekutif atau 174 dari 425 pejabat pimpinan tinggi pratama, administrator, dan pengawas di Pemerintah Kota Kediri. Kontribusi perempuan dalam lapangan kerja mendominasi sektor jasa 82 persen, industri pengolahan 16 persen dan pertanian 2 persen.
“Angka-angka ini menunjukkan bahwa perempuan telah mendapat tempat setara untuk berdaya di Kota Kediri. Meskipun data rakernas BPS menyampaikan masih adanya kesenjangan upah rata-rata pekerja antara laki-laki dan perempuan,” ungkapnya.
Pj Wali Kota Kediri menjelaskan tren perkembangan IPM di Kota Kediri terus meningkat mencapai 80,97 persen di tahun 2023 dengan kategori tinggi. Kontribusi IPM laki-laki sebesar 83,96 dan IPM perempuan sebesar 79,41. Secara konsisten IPM perempuan masih dibawah IPM laki-laki dimana IPM perempuan berstatus tinggi sedangkan IPM laki-laki berstatus sangat tinggi. Artinya saat ini kualitas SDM perempuan masih belum setara dengan laki-laki. Namun demikian indeks pembangunan gender Kota Kediri menunjukkan peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 2023, IPG Kota Kediri meningkat 0,21 poin menjadi 95,76 yang artinya terdapat peningkatan IPM perempuan yang lebih tinggi dibanding peningkatan IPM laki-laki. Capaian lain didukung dengan angka indeks ketimpangan gender Kota Kediri yang dalam kurun waktu 5 tahun terakhir menunjukkan penurunan menuju 0. Pada tahun 2023, angka IKG Kota Kediri mencapai 0,093. Ini artinya, kesetaraan gender di Kota Kediri semakin baik.
Menurut Inpres Nomor 9 tahun 2000, pengarusutamaan gender merupakan strategi mencapai keadilan dan kesetaraan gender melalui kebijakan, program, dan kegiatan yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, serta permasalahan laki-laki dan perempuan. Kaitannya dalam proses perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi dari seluruh aspek kehidupan dan pembangunan. Lalu, Permendagri Nomor 67 tahun 2021 tentang pedoman umum pelaksanaan pengarusutamaan gender di daerah pemerintah daerah mengamanatkan kewajiban untuk mengupayakan kesetaraan gender dengan mengimplementasikan pengarusutamaan gender melalui dan penganggaran responsif gender. Perencanaan berdasar analisis gedsi atau gender dan sosial inklusi, pemerintah perlu melakukan berbagai agenda partisipasi perempuan dalam pembangunan. Antara lain, planning, action, kontrol, akses, monitoring dan evaluasi, serta manfaat.
“Dengan melibatkan perempuan dan kelompok rentan pada seluruh tahapan pembangunan. Diharapkan hasil pembangunan dapat diakses dan dinikmati semua kelompok, tanpa meninggalkan, mendiskriminasi, bahkan memarjinalkan kelompok tertentu dengan prinsip no one left behind,” jelasnya.
Pj Wali Kota Kediri menambahkan dalam menerapkan pengarusutamaan gender di lingkup pemerintah daerah, perlu dilakukan analisa kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis untuk membantu mengidentifikasi perbedaan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Serta cara memenuhi kebutuhan tersebut untuk mencapai kesetaraan gender. Kebutuhan praktis berfokus pada kebutuhan langsung sehari-hari yang timbul dari peran sosial melalui pemenuhan kebutuhan dasar. Pertama, penyediaan ruang laktasi yang memadai. Kedua, akses jalur difabel, bantuan bahasa isyarat. Ketiga, hak cuti dan waktu kerja yang fleksibel. Keempat, toilet terpisah dan lebih banyak jumlahnya untuk perempuan, dan lain sebagainya. Sedangkan pada kebutuhan strategis, harus mengakomodir kebutuhan terkait perubahan struktur sosial dan peran gender untuk memberdayakan perempuan atau laki-laki agar dapat memiliki akses, partisipasi, kontrol dan manfaat yang sama. Yaitu dengan kebijakan responsif gender, yang mengintegrasikan perspektif gender pada tujuh aspek penyelenggaraan PUG dalam pembangunan, mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan dan pelaporan. Kepemimpinan yang mampu menguatkan budaya adil gender dan menghapus diskriminasi di lingkungan ASN memegang peran penting untuk mengakselerasi penerapan PUG di lingkungan kerja.
“Insyaa Allah seluruh jajaran di lingkungan Pemerintah Kota Kediri sedang ke arah sana. Untuk melengkapi seluruh kebutuhan praktis maupun strategis. Saya harap ini jadi komitmen bersama,” imbuhnya.
Zanariah juga membahas mengenai perilaku catcalling di tempat kerja. Catcalling adalah bentuk pelecehan verbal yang masih sering terlihat dan terdengar. Mungkin menurut bapak-bapak, candaan yang dilontarkan pada perempuan adalah sebuah hal wajar dan tidak menyudutkan. Apalagi didukung dengan tertawaan bersama. Tapi perlu diketahui bersama, catcalling dan candaan seksis sesungguhnya merupakan bentuk kekerasan seksual, tetapi seringkali tersamarkan, dinormalisasi oleh pelaku keramahan dan gurauan. Pembahasan ini sudah sering dibahas di media sosial, catcalling dan candaan seksis itu tidaklah keren sama sekali. Tidak semua hal yang sering terjadi di lingkungan harus di wajarkan dan dimaklumi. Apalagi jika sudah cenderung melecehkan dan merendahkan perempuan. Sudah banyak kasus catcalling dan candaan seksis yang membuat korbannya menarik diri dari lingkungan. Tentu ini menunjukkan sebuah kemunduran jika terus membiarkan semakin banyak orang yang enggan bersosialisasi hanya karena trauma. Menjalin keakraban itu banyak caranya dan catcalling serta candaan seksis itu bukanlah cara yang tepat. Ada privasi, jarak personal, dan kenyamanan orang lain yang harus dihargai. “Maka saya harap, mulai hari ini Bapak Ibu ASN bahkan Non ASN di lingkup Pemerintah Kota Kediri dapat menghindari segala bentuk catcalling dan candaan seksis. Terlebih, dalam pasal 5 undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) nomor 12 tahun 2022 sudah mengatur mengenai pelecehan seksual non-fisik dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak 10 juta rupiah,” paparnya.
Terakhir, Zanariah berharap seluruh karyawan di lingkungan Pemerintah Kota Kediri menjadi ASN yang berdaya dan peka terhadap gender dengan menerapkan nilai-nilai kesetaraan dalam pelaksanaan tugas. Karena ASN yang inklusif adalah kunci mewujudkan pelayanan publik yang responsif gender. Zanariah mendorong terciptanya kebijakan yang responsif gender dengan mempertimbangkan kebutuhan dan peran dari seluruh kelompok, adil dan efektif bagi semua masyarakat, tanpa ada yang tertinggal. Gender tidak mempengaruhi tinggi rendahnya intelektualitas seseorang. Maka, ciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan mendukung kesetaraan gender. Terapkan perlindungan dari kekerasan berbasis gender, dan berikan dukungan bagi keseimbangan kerja dan kehidupan keluarga.
“Mari teguhkan komitmen untuk terus mendukung, mengimplementasikan dan membangun kesetaraan dalam mewujudkan keadilan gender di Kota Kediri dimulai dari lingkungan kerja masing-masing. Kita harus optimis, kebijakan yang responsif gender akan berdampak positif terutama dalam peningkatan pengurangan kesejahteraan ketimpangan keluarga, ekonomi, dan terciptanya lingkungan yang adil dan harmonis bagi masyarakat,” pungkasnya.(Red)