Jakarta (Jatimsmart.id) – Badan Meteorologi Klimatoogi dan Geofisika (BMKG) meminta jajaran Kementerian Sosial mengantisipasi skenario terburuk gempa dan tsunami, salah satunya berpotensi terjadi di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, yang diprakirakan bisa mencapai 25-28 meter.
BACA JUGA:
- Alami Cuaca Dingin, BMKG Sebut Fenomena Bedinding di Jawa Timur
- Diprediksi Akan Hujan-Petir, BMKG Minta Masyarakat Jatim Waspada
- Hujan Lebat, BMKG Ingatkan Potensi Banjir di 25 Kab/Kota di Jawa Timur
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan potensi tersebut dimungkinkan terjadi karena Kabupaten Pacitan dekat dengan teluk yang mengumpulkan tenaga gelombang tinggi, tak hanya itu, wilayah ini juga relatif dekat dengan letak episentrum gempa, sehingga menjadikannya termasuk zona merah.
“Misalnya peta daerah Pacitan, Jawa Timur, warna merah menunjukkan gelombang tinggi 10-14 meter, semakin merah semakin tinggi pula gelombang, warna kuning gelombang 2-3 meter, serta warna hijau gelombang setengah meter, ” ujar Dwikorita saat Menteri Sosial Tri Rismaharini memberikan arahan atas kesiapsiagaan bencana secara daring di Jakarta.
Pada kasus Kabupaten Pacitan, akses zona merah menuju zona hijau kemungkinan tercepat melalui sungai yang mengalir. Sayangnya, jika terjadi tsunami, sungai tersebut berpotensi menambah dampak kerusakan wilayah.
Sehingga, diperlukan jalur yang dapat mengintegrasikan penduduk di zona merah agar dapat mengevakuasi diri ke jalur hijau. Dwikorita meminta agar seluruh jajaran di daerah dapat membangun infrastruktur tahan gempa sebagai jalur evakuasi warga.
BACA JUGA:
- Paparkan Penyebab Cuaca Panas, BMKG Imbau Warga Tingkatkan Waspada
- BMKG Juanda Imbau Warga Jawa Timur Waspada Cuaca Ekstrim
- Pasca Gempa 6,1 M, Masyarakat Jatim Diminta Waspada Ancaman Bencana Lain
Pihaknya juga mengungkapkan empat langkah strategis kesiapsiagaan bencana, seperti, mempelajari kearifan lokal penduduk untuk mempermudah evakuasi, menggandeng pihak terkait komunikasi publik di saat putus komunikasi, tidak meremehkan prakiraan BMKG, dan agar jajaran Kementerian Sosial dan Dinas Sosial memahami kebutuhan warga setempat yang riskan terhadap dampak bencana untuk mengurangi korban anak-anak, lansia, hingga penyandang disabilitas. (*)