Kediri – PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 7 Madiun melakukan sosialisasi keselamatan di perlintasan sebidang jalur KA. Hal ini dilakukan, seiring tingginya jumlah kecelakaan di perlintasan kereta api. Akibat kurang sadarnya para pengendara untuk mematuhi rambu yang ada. Rabu (18/9)
Sosialisasi keselamatan di perlintasan sebidang ini merupakan tindak lanjut dari FGD (Focus Group Discussion) bertajuk ‘Perlintasan Sebidang Tanggung Jawab Siapa?’ yang telah dilaksanakan di Jakarta, pada 6 September lalu.
Kegiatan FGD tersebut melahirkan piagam Komitmen bersama yang ditandatangani oleh DPR RI, Kemenhub, Kemendagri, Bappenas, KNKT, POLRI, KAI, dan Jasa Raharja. Piagam tersebut menyatakan bahwa para pihak-pihak terkait berkomitmen untuk; Melaksanakan perintah peraturan perundang-undangan yang mengatur dan, atau terkait perlintasan sebidang. Melakukan evaluasi keselamatan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya. Melakukan kegiatan peningkatan keselamatan di perlintasan sebidang sesuai tugas dan kewenangannya.
Selama ini perlintasan sebidang merupakan salah satu titik yang sering terjadi kecelakaan. Melihat fakta tersebut, PT KAI (Persero) Daop 7 Madiun bersama instansi-instansi terkait melakukan sosialisasi di Perlintasan Sebidang diantaranya JPL 285 Km 187+1,2 di Dandangan antara Kediri-Susuhan Kediri, JPL 286A KM 187+8,9 di Singosari antara Kediri-Susuhan Kediri, dan JPL.287 KM 189+3,4 di Karangrejo antara Kediri-Susuhan Kabupaten Kediri.
Wisnu Pramudyo Vice President Daop 7 Madiun mengatakan, dengan adanya kegiatan ini, diharapkan kesadaran masyarakat untuk mentaati aturan lalu lintas di perlintasan sebidang semakin meningkat. Sebab, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tidak saja merugikan pengendara jalan tetapi juga perjalanan kereta api.
“Perlu diketahui perlintasan sebidang merupakan perpotongan antara jalur kereta api dan jalan yang dibuat sebidang. Perlintasan sebidang tersebut muncul dikarenakan meningkatnya mobilitas masyarakat menggunakan kendaraan yang harus melintas atau berpotongan langsung dengan jalan kereta api. Tingginya mobilitas masyarakat dan meningkatnya jumlah kendaraan yang melintas memicu timbulnya permasalahan. Yaitu, terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang,” kata Wisnu.
Sesuai Undang Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 94 menyatakan bahwa, “(1) Untuk keselamatan perjalanan kereta api dan pemakai jalan, perlintasan sebidang yang tidak mempunyai izin harus ditutup; (2) Penutupan perlintasan sebidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah.”
Daop 7 Madiun mencatat berdasarkan data terupdate tanggal 30 Agustus 2019 terdapat 268 perlintasan sebidang yang resmi dan 8 perlintasan sebidang yang tidak resmi. Sedangkan perlintasan tidak sebidang baik berupa flyover maupun underpass berjumlah 47 perlintasan.
Wisnu menuturkan, selama tahun 2019, di wilayah Daop 7 Madiun berdasarkan data terupdate sampai 16 September 2019, telah terjadi 36 kali kecelakaan yang mengakibatkan 15 nyawa melayang sia-sia. Salah satu penyebabnya, para pengendara yang tetap melaju meskipun sudah ada peringatan melalui sejumlah rambu yang terdapat pada perlintasan resmi.
Selain itu pada Undang Undang No. 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan bahwa “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib; Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain; Mendahulukan kereta api, dan; Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.”
Meskipun kewajiban terkait penyelesaian keberadaan di perlintasan sebidang bukan menjadi bagian dari tanggung jawab KAI selaku operator, namun untuk mengurangi kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di perlintasan sebidang beberapa upaya telah dilakukan normalisasi pada jalur-jalur perlintasan yang tidak resmi, pentahapannya adalah melakukan sosialisasi dan hingga menutup perlintasan liar atau tanpa ijin bersama pihak berwenang.
“Total sebanyak 84 perlintasan tidak resmi telah ditutup dari tahun 2018 – Juni 2019. Pada prosesnya langkah yang dilakukan adalah demi keselamatan namun kerap mendapatkan penolakan dari masyarakat, dalam kondisi tersebut diperlukan langkah untuk mencari jalur alternatif bagi masyarakat yang harus disolusikan bersama oleh pemerintah pusat atau daerah,” pungkas Wisnu. (ad/ydk)