Tulungagung – Pemerintah Kabupaten Tulungagung bersama warga, menggelar ritual jamasan Pusaka Kyai Upas. Pusaka Kerajaan Mataram Islam ini menjadi cikal bakal sejarah Kabupaten Tulungagung. Jamasan mengandung makna filosofi membersihkan hati dan rohani agar manusia bisa menjalani kehidupan dengan baik.
Jamasan Tombak Kyai Upas digelar satu tahun sekali, pada bulan Suro dalam penanggalan jawa. Ritual jamasan ini diawali dengan kirab kesenian Reog Kendang dan diringi dayang pembawa air dari 9 sumber mata air. Air ini lah yang kemudian diserahkan ke Bupati Tulungagung untuk dicampur dengan kembang 7rupa, sebagai air jamasan.
Tradisi Manusuk Sima, Napak Tilas Sejarah Kota Kediri
Pusaka Kyai Upas kemudian dikeluarkan dari ruang pusaka dan dibawa ke halaman samping untuk dijamas. Dengan menggunakan air 9 sumber ini pusaka tersebut dibersihkan pada bagian mata tombak.
“Jamasan ini mempunyai makna filosofi membersihkan hati dan rohani , agar manusia bisa menjalani kehidupan yang lebih baik,” kata Maryoto Birowo, Bupati Tulungagung. Jumat (13/9). Juga sebagai bentuk menghormati tradisi leluhur.
Setelah prosesi jamasan selesai, tombak kemudian dimasukkan kembali ke ruang pusaka untuk disimpan. Tombak ini hanya dikeluarkan saat jamasan saja.
Kirab Pusaka dan Tumpeng Raksasa, Tutup Rangkaian Hari Jadi Trenggalek ke-825
Ratusan masyarakat yang sudah menunggu langsung berebut air sisa jamasan. Mereka percaya air tersebut mebawa berkah dan bisa menyembuhkan beragam penyakit.
“Berharap berkah, Mas. Saya juga ambil untuk bawa pulang,” kata Rindu yang tak pernah absen setiap tahunnya.
Pusaka Kyai Upas yang berwujud tombak ini berkaitan erat dengan sejarah Kerajaan Mataram Islam. Tombak Kyai Upas merupakan pusaka milik Ki Ageng Mangir, menantu Raja Mataram yang menolak tunduk dengan kekuasaan Mataram. Pemberontakan Mangir berhasil dipadamkan setelah Ki Ageng Mangir terbunuh dan Tombak Kyai Upas kemudian menjadi pusaka Kabupaten Tulungagung. (pam/ydk)