Blitar (Jatimsmart.id) – Puluhan truk pengangkut pasir keluar masuk diarea proyek pembangunan relokasi lembaga pemasyarakatan (lapas) Kelas IIB Blitar. Pasir tersebut diduga berasal dari pertambangan ilegal di sejumlah wilayah Blitar.
Informasi tersebut didapat ketika beberapa warga di sekitaran tambang diduga ilegal itu, membocorkan kemana material ini diangkut.
Terungkap bahwa material-material ilegal itu diduga menjadi pasokan untuk proses pematangan lahan dan turap pada proyek relokasi Lapas Kelas II B Blitar, yang saat ini sedang berlangsung.
“Dibawa ke Kota (Blitar) mas, buat ngurug lapas kata supirnya,” ujar seorang warga sekitaran tambang.
Proyek yang digarap oleh PT Cahaya Legok Pratama ini berlokasi di Kelurahan Sentul, Kota Blitar. Diketahui, proses pematangan lahan dan turap tersebut menelan biaya sampai Rp 15,6 Miliar, bersumber dari anggaran Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia (RI).
Regulasi soal larangan menggunakan material dari tambang ilegal telah gamblang tertera pada UU Nomor 3 tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Dalam aturan itu, terdapat larangan mengambil material dari sumber galian C ilegal untuk mencukupi kebutuhan proyek pemerintah.
Pantauan awak media di lokasi, dalam papan nama proyek, hanya tertera sang pemenang tender, yakni PT Cahaya Legok Pratama, sedangkan alamatnya disembunyikan. Parahnya lagi, dalam papan nama itu juga tidak tertulis nama dari konsultan pengawas.
Hal ini tentu menimbulkan kesan, bahwa pelaksanaan proyek tersebut diduga sengaja disamarkan. Banyak pihak yang menilai, hal ini mencederai keterbukaan informasi publik.
“Sudah gak ada alamatnya, konsultannya juga gak dicantumkan. Ini ada apa? Mau main slintat-slintut? Ini uang negara loh, pertanggungjawabannya ke publik harus jelas,” ungkap Sadewo, salah satu tokoh masyarakat setempat, Sabtu 28 Oktober 2023.
Hasil penelusuran, titik-titik lokasi tambang yang diduga ilegal tersebut, berada di wilayah aliran sungai lahar Gunung Kelud di Desa Kedawung, Selo Tumpuk, dan Sumberingin, yang merupakan wilayah hukum Polres Blitar Kota.
Sementara itu, fakta lainnya yaitu material urukan yang digunakan masih terdapat campuran batu berukuran cukup besar. Sedangkan pada tahapan ini bisa menentukan kualitas dan kemampuan tempat yang hendak dibangun.
Sementara itu, Andre selaku perwakilan pihak pelaksana tak mau berkomentar jauh. Ia hanya mau menanggapi soal material yang bercampur batuan berukuran besar.
“Iya mas akan kami perhatikan,” kata Andre kepada awak media. (Tok)