Blitar (Jatimsmart.id) – Rapat hearing Komisi I DPRD Kabupaten dengan Kepala Kelurahan se-Kabupaten Blitar, OPD terkait, dan LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) mengungkap keresahan terkait penanganan kasus eks tanah bengkok yang sedang melilit mereka.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Muharam Sulistiono mengatakan, bahwa proses lelang eks tanah bengkok di Kabupaten Blitar ada masalah dengan Aparat Penegak Hukum (APH), meskipun proses sewa sudah dilakukan sesuai aturan dan tahapan sesuai instruksi.
“Saya mendengar muncul masalah, katanya ada korupsi. Makanya kita perlu menyamakan persepsi dan pemerintah daerah harus hadir membantu permasalahan ini,” kata Sulistiono.
Di tempat yang sama, anggota Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Panoto berharap, permasalahan tersebut, dapat cepat selesai sehingga para lurah dapat bekerja dengan nyaman.
“Segera diselesaikan biar para lurah tidak dijadikan atm. Supaya lurah bisa menjalankan tugas dengan nyaman,” ujar Panoto.
Kepala kelurahan yang hadir, hampir semuanya menyatakan proses sewa sudah dilakukan secara prosedur dan menganggap bahwa aset tanah bengkok merupakan aset kearifan lokal.
“Proses sewa tanah eks bengkok yang dilaporkan ke APH, itu prosesnya langsung pak Sekda dengan petani penyewa. Lurah tidak dalam kepanitian. Tidak melalui lelang. Jadi BPKAD langsung memerintahkan untuk mencari petani penyewa,” kata salah satu lurah yang hadir.
Ditambahkannya, jika ada keuntungan dari sewa eks tanah bengkok tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti acara bersih desa, agustusan dan pengadaan makanan tambahan (PMT) Balita.
“Itupun sudah melalui proses musyawarah di tingkat kelurahan,” imbuhnya.
Bahkan, para lurah yang hadir dalam hearing tersebut, hampir semua mengungkapkan adanya dugaan pungutan yang dilakukan oleh APH, meskipun tidak secara detail berapa jumlah yang diminta kepada mereka, yang jumlahnya bervariasi.
Sementara itu Ketua LSM Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI), Jaka Prasetya mengatakan, hal tersebut terjadi karena kepala daerah saat ini tidak mampu, sehingga tidak dapat melindungi jajaranya.
“Kepala daerah tidak mampu sehingga jajaran dibawahnya tidak aman. Bagaimana mengatisiapasi supaya lurah-lurah tidak diperlakukan seperti itu lagi oleh APH,” kata Jaka Prasetya.
Menanggapi hal tersebut, Kasi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Blitar, Agung Wibowo, SH, membantah apa yang disampaikan para lurah dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I.
Agung Wibowo menjelaskan, bahwa kasus tanah eks bengkok saat ini masih dalam tahap penyelidikan.
“Saya belum tahu kalau ada pungutan. Saya tidak tahu ada pungutan. Saya yang nangani belum pernah dapat pungutan. Itu ndak benar. Kita akan klarifikasi kebenaranya, kapan kita mungut, kapan kita terima setoran. Ini akan kita klarifikasi kebenaranya,” kata Agung Wibowo (tok)