Surabaya (Jatimsmart.id) – Sesuai arahan Presiden Joko Widodo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran APBD untuk penanganan COVID-19. Saat ini, total Rp 2,384 Triliun telah disiapkan oleh Pemprov Jatim.
Dana tersebut akan digunakan untuk seluruh kegiatan penanganan COVID-19. Mulai promotif dan preventif, kuratif, tracing, hingga penanganan dampak sosial ekonomi akibat wabah ini.
Alokasi anggaran Rp 2,384 Trilliun untuk penanganan covid-19 di Jatim ini setara dengan 6,8 persen dari total APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2020.
“Pemprov saat ini mengalokasikan Rp 2,384 trilliun untuk penanganan COVID-19 baik untuk promotif preventif, kuratif, tracing hingga penanganan dampak sosial ekonomi. Angka alokasi anggaran ini setara dengan 6,8 persen dari APBD kita,” terang Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam konferensi pers, Jumat (3/4) sore.
Menurutnya jika refocusing kegiatan dan realokasi anggaran ini diikuti juga di tingkat kabupaten kota oleh para Bupati dan Wali Kota, maka diyakini Khofifah akan memberikan bantalan sosial yang kuat untuk Jawa Timur.
“Kalau mereka bisa mengalokasikan anggaran yang sama sebesar 6 hingga 7 persen dari APBD untuk penanganan COVID-19, maka ini akan memberikan bantalan yang kuat untuk ekonomi masyarakat Jatim,” tegas Khofifah.
Terlebih saat ini juga sudah ada arahan pemerintah pusat dimana menjadi kewajiban bagi pemda untuk melakukan refocusing kegiatan dan realokasi anggaran untuk penanganan wabah ini.
Lebih lanjut Khofifah menyontohkan, anggaran tersebut salah satunya akan digunakan untuk memberikan bantalan sosial guna mengatasi dampak sosial ekonomi masyarakat yang terdampak Virus Corona ini.
Masyarakat yang terdampak secara sosial ekonomi akan diberikan bantuan sosial baik berupa sembako maupun juga uang tunai.
Dikatakan Khofifah bahwa Pemprov Jawa Timur sudah melakukan perhitungan bagi masyarakat yang nanti akan mendapatkan bantuan sosial.
Dasar penerima bantuan sosial ini adalah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pasalnya Pemprov telah melakukan sinkronisasi, masyarakat yang tidak terdata di DTKS dan tidak mendapatkan bantuan dari Pemerintah Pusat akan dibantu melalui program bantalan sosial dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Jika masih ada yang belum tersisir maka diharapkan pemerintah kabupaten/ kota akan melapisi sehingga lebih merata.
Karena pada dasarnya intervensi pemerintah pusat baik yang berupa Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) maupun dalam bentuk PKH, berbasis pada mereka yang masuk dalam DTKS.
“Hari ini kita temukan fenomena baru, bahwa mereka yang di kepulauan tidak bisa menjual ikan hasil tangkapannya. Padahal mereka tidak masuk dalam DTKS,” kata Khofifah.
Maka rencananya Pemprov Jatim akan mengcover masyarakat di kepulauan tersebut dan menyentuhnya dengan bantalan sosial.
Selain itu juga para driver ojek online yang mereka tidak masuk di DTKS sehingga tidak tercover bantuan dari Pemerintah Pusat juga akan menjadi sasaran penerima bantalan sosial.
Kemudian, masyarakat yang merantau dan mudik karena tidak mendapatkan penghasilan yang sifatnya harian dan tidak masuk dalam DTKS juga akan diberikan bantalan sosial dari Pemprov Jatim.
“Sesuai hitungan yang ada, masyarakat di pedesaan yang terdampak ada sebanyak 4,73 juta KK. Akan tetapi yang masuk dalam DTKS hanya sebanyak 3,73 juta KK. Berarti ada 1 juta KK yang kira-kira di luar DKTS,” tegas Khofifah.
Kemudian yang ada di kawasan perkotaan, yang artinya masuk dalam sektor non agro tercatat ada 3,8 juta KK yang terdampak COVID-19.
Dari jumlah 3,8 juta KK tersebut yang sudah masuk dalam DTKS ada sebanyak 1 juta KK. Artinya ada sebanyak 2,8 juta KK yang belum masuk di DTKS.
“Ini yang tadi kami bahas intervensi dari pemerintah pusat dilengkapi dengan intervensi dari pemerintah provinsi serta pemerintah kabupaten/ kota. Jadi pemerintah pusat telah menambah dari 2,8 juta KK ditambah 1,040 juta untuk BPNT. Nah Pemprov akan menambahkan dengan bantalan sosial, baik bagi mereka yang sudah dapat dari BPNT maupun yang belum mendapatkan itu,” tutur Gubernur Khofifah. (*)