Kediri – Dewasa ini layanan pinjaman penyaluran kredit tak hanya bisa diakses melalui bank atau lembaga keuangan non bank. Layanan Financial Technology (FINTECH) kini mulai berkembang menjadi penyalur kredit dengan cara yang lebih mudah dan cepat.
Layanan pinjaman online ini pun, kerap dimanfaatkan masyarakat sebagai jalur pintas. Bagaimana tidak? Hanya dengan menggunakan ponsel, sekejap uang mengucur masuk ke rekening. Persyaratannya pun hanya cukup dengan KTP dan wajah debitur, tanpa perlu ribet mengurus dokumen persyaratan lain. Aplikasinya dengan mudah dicari di pencarian mesin Google dengan kata kunci “pinjam uang”. Di media sosial pun banyak layanan serupa bermunculan menawarkan pinjaman.
Namun beragam cerita pilu justru muncul berikutnya. Penggunanya justru kerap merasa dirugikan. Selain bunga yang begitu besar, dan terkadang tak menentu. Proses penagihan pun seolah melucuti si pengguna jasa. Sebab dengan bisa mengakses nomor kontak debitur, debt collector menyebar pesan ke orang terdekat.
Mawar (bukan nama sebenarnya), pernah mengalami kekejaman hutang online. Si debt collector membuatkan group di whastapp yang berisi rekan kerja hingga pimpinannya, kemudian menelanjanginya dengan kata-kata kasar.
Mawar bukan satu satunya, kasus serupa juga dialami oleh Widya (bukan nama sebenarnya) gadis Kediri, penyedia jasa menelpon semua kontak di ponselnya untuk melakukan penagihan yang membuatnya merasa malu dan down, saat itu ia meminjam uang Rp.500 ribu, dan mengembang menjadi Rp. 650 ribu dalam jangka waktu 14 hari, karena bunga 30 persen, atau 2,14 persen perhari.
Itu berlanjut hingga beberapa kali dengan tawaran yang terus naik, hingga memaksanya gali lubang tutup lubang. Kini ia terjerat dengan meminjam ke aplikasi lain untuk menutup utang di aplikasi sebelumnya, dan terus berulang.
Dari dua cerita tersebut, dan ratusan korban yang sebelumnya mealpor ke Polda Metro Jaya dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) november lalu, Slamet Wibowo Kepala OJK Kediri meminta masyarakat mewaspadai dan berhati-hati menggunakan pinjaman online atau Fintech Peer To Peer (P2P) Lending.
Untuk memastikan legalitas layanan masyarakat bisa melakukan pengecekan melalui website OJK. sekaligus melaporkan jika menerima tawaran mencurigakan ke layanan konsumen OJK 157.
“kadang masyarakat butuhnya cepet yaa, tapi harus lebih selektif terhadap lembaga-lembaga ini. Penting untuk asyarakat memahami klausul atau perjanjian yang dibuat” katanya dalam Forum Media Update, Senin (03/12/2018)
Selain memahami hak dan kewajibannya, masyarakat juga harus tepat menghitung bunganya serta menyadari perhitungan suku bunga tersembunyi.
Namun pihaknya tetap mendukung pertumbuhan industri keungan digital yang sehat dan aman dengan dikeluarkannya sejumlah regulasi dan aturan. Dan mewajibkan lembaga Fintech mengantongi ijin dari Kominfo dan OJK.
Melalui satgas waspada investasi (swi) hingga bulan ini mencatat ada 73 penyelenggara layanan Fintech P2P lending yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan, sementara 2 diantaranya baru dinyatakan memiliki ijin resmi .
Sisanya menurut Slamet diharapkan segera melakukan pengajuan pendaftaran dan perizinan kepada OJK. Hal ini dilakukan mengacu pada peraturan OJK No 77/pojk.01/2016. (ydk/sam)