Kediri (Jatimsmart.id) – Provinsi Jawa Timur, menempati posisi ketiga pada provinsi rawan rendah berdasarkan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) tahun 2024 yang diluncurkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal itu disampaikan oleh Anggota Bawaslu, Lolly Suhenty saat menjadi narasumber pada acara Webinar Sosialisasi IKP Tahun 2024 yang digelar oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri RI) secara daring melalui platform Zoom, Selasa (27/12/2022).
“Pada wilayah provinsi rawan rendah ada delapan provinsi dengan kisaran 24 persen. Provinsi yang rawan rendah itu adalah Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Bengkulu. Indeks ini berdasarkan data input provinsi. Artinya, kejadian – kejadian yang dibidik sesuai dengan kewenangan yang ada di provinsi,”ungkap Lolly.
Lolly menjelaskan, tingkat IKP kerawanan di 34 provinsi yang ada di Indonesia, ada dua analisis yang dilakukan. Pertama, adalah berdasarkan hasil input data dari Bawaslu provinsi. Dan yang kedua, adalah hasil agregat perhitungan Bawaslu Kabupaten/Kota.
“Nah kalau berdasarkan data provinsi, maka sesungguhnya hal itu menunjukkan tentang proses pemilu, proses pemilihan kepala daerah di tingkat provinsi sesuai dengan kewenangan yang ada di tingkat provinsi. Sedangkan, kalau hasil analisanya berdasarakan agregat kabupaten kota, maka hasil yang diperoleh sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh kabupaten kota,”jelasnya.
Lolly juga menjelaskan, bahwa IKP itu terdiri dari 4 dimensi, 12 sub-dimensi, dan 61 indikator. Empat dimensi itu meliputi, dimensi konteks sosial dan politik, dimensi penyelenggaran pemilu, dimensi kontestasi, dan dimensi partisipasi.
Di masing – masing dimensi IKP, Lolly menyampaikan, ada 10 provinsi yang dikatakan rawan tinggi. Pada dimensi sosial dan politik, 10 provinsi yang tingkat IKP-nya tertinggi adalah Sulawesi Utara, Maluku Utara, Papua, Jambi, Sulawesi Tengah, NTB, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sulawesi Tenggara.
“Pada dimensi penyelenggaraan pemilu, 10 provinsi yang tingkat IKP-nya tertinggi adalah Banten, Papua, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jawa Barat, Aceh, DI Yogyakarta, Sulawesi Utara, Maluku Utara, dan NTB,”paparnya.
Sedangkan, pada dimensi kontestasi, Lolly memaparkan, 10 provinsi yang tingkat IKP-nya tertinggi adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Maluku Utara, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Papua, NTB, dan Kepulauan Riau.
“Dan pada dimensi partisipasi, 10 provinsi yang tingkat IKP-nya tertinggi adalah Papua, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Utara, NTT, dan Kalimantan Utara. Dari paparan data ini, ternyata didapatkan ada yang pada konteks dimensi sosial politik tinggi tapi pada dimensi lain dia tidak termasuk tinggi berarti bisa jadi berada di rawan sedang atau rawan rendah,”bebernya.
Dari paparan data IKP tersebut, Lolly menyampaikan, maka didapat faktor dari dimensi yang paling memengaruhi suatu daerah. Untuk tingkat provinsi, dimensi penyelenggaraan pemilu adalah dimensi paling tinggi dalam memengaruhi kerawanan pemilu dengan 54,27, diikuti dimensi sosial politik dengan skor 46,5. Kemudian dimensi kontestasi menyusul dengan skor 40,75, dan dimensi partisipasi politik dengan skor 17,23.
“Lalu ditingkat kabupaten kota, ternyata sama. Bahwa penyelenggaraan pemilu menjadi dimensi paling tinggi dalam memengaruhi kerawanan, disusul dimensi sosial politik, kontestasi, dan partisipasi politik,”terangnya.
Oleh karena itu, Lolly menjelaskan ada beberapa isu strategis yang kemudian menjadi perhatian serius. Yang pertama adalah soal netralitas penyelenggara pemilu, polemik netralitas dalam penyelenggaraan pemilu menjadi pengalaman penting dalam menjaga kemandirian dan profesionalitas dalam pelaksanaan tahapan Pemilu kedepan.
“Yang kedua isu strategisnya adalah pelaksanaan tahapan di provinsi baru. Perhatian penuh kami terhadap persiapan tahapan pemilu di Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan dan Papua Barat Daya,terutama pada pembentukan penyelenggara pemilu. Ketiga adalah soal potensi polarisasi masyarakat. Keempat, mitigasi dampak penggunaan media sosial. Dan kelima, pemenuhan hak memilih dan dipilih,”tutur Lolly.
Lolly mengungkapkan, Bawaslu akan menindaklanjuti dengan menurunkan indeks kerawanan yang sudah ditematik berdasarkan tahapan – tahapan krusial yang akan terjadi kedepan. Ia mengatakan tujuan utama IKP ini adalah memastikan daerah yang diprediksi akan rawan tinggi justru tidak akan terjadi pada pemilu maupun pemilihan kepala daerah, sehingga proses pencegahan menjadi hal penting yang perlu dikolaborasikan dengan banyak pihak. (jek/kjt)