Surabaya (Jatimsmart.id) – Komisi E DPRD Jawa Timur menggelar hearing dengan Dinas Tenaga Kerja dan Perindustrian Jatim, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Kependudukan dan aktivis membahas rancangan peraturan daerah Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya. Tujuan Raperda ini selain bertujuan melindungi PMI namun juga keluarganya.
BACA JUGA:
- 4.000 Masker Dikirim untuk Buruh Migran asal Tulungagung di Hongkong
- Kisah Tragis Buruh Migran Asal Kediri, Tak Digaji Hingga Dituduh Mencuri
- Kantor Pos Mulai Buka Layanan Western Union Bagi Buruh Migran
“Raperda ini dasarnya dari UU Ketenagakerjaan yang baru mengamanahkan beberapa hal untuk disusun Perda. Karena ada kewenangan rekrutmen pelatihan yang harus ditangani oleh pemerintah. Penempatannya oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang sekarang namanya berubah lagi,” ujar Wakil Ketua Komisi E DPRD Jatim Hikmah Bafaqih.
Politisi PKB ini menambahkan UU Ketenagakerjaan yang baru ini menginstruksikan dari hulu ke hilir take over pada pemerintah. Hanya saja Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) selama ini yang banyak bergerak. Menurutnya raperda ini melindungi PMI ketika bekerja, setelah bekerja dan keluarganya.
Anggota Komisi E DPRD Jatim, Hari Putri Lestari mengatakan fraksi PDIP Jatim mendukung adanya pembahasan Raperda PMI.
BACA JUGA:
- Imigrasi Blitar Tingkatkan Pengawasan Orang Asing Secara Online
- Hasil Rapid Test Negatif, 249 PMI dari Malaysia di Jatim Diberi Gelang Penanda
- Melalui Video Conference, Menko Marves Canangkan Pembangunan Bandara Kediri
“Tapi yang paling penting yaitu implementasi perda tersebut setelah disahkan, tapi kalau penganggaran dan pelaksanaan implementasinya tidak dikawal tidak akan optimal. Maka kami akan kawal para perda PMI tersebut karena PMI mereka merupakan juga penyumbang devisa negara yang harus dilindungi haknya,”tegasnya.
Sementara itu Kepala Disnakertrans Jatim Himawan Estu Bagijo mengapresiasi raperda ini. Ia mengatakan problem pada ketenagakerjaan ini ada dua hal. Pertama adalah isu ketenagakerjaan ini seringkali dilihat sesaat dan sporadik tidak secara sistematis. (*)