Kediri – Mudik bersepeda ke kampung halaman dengan jarak ratusan kilometer mungkin terdengar sangat melelahkan. Namun, tidak bagi Achmad Muchlisyin, remaja 20 tahun asal Kelurahan Bujel, Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri ini. Jarak Jakarta-Kediri sejauh 800 KM mampu ia taklukan dengan kaki kecilnya itu. Tekadnya kuat, untuk melibas jalur selatan Pulau Jawa, demi merayakan lebaran bersama keluarga.
Muchlis panggilan akrabnya ini, tiba di kampung halamannya, Senin, 3 Juni 2019 tengah malam, sejak berangkat dari perantauannya di Ibu Kota, Rabu 29 Mei 2019 kemarin. Di Jakarta, Muchlis mengadu nasib sebagai drafter di sebuah perusahaan kontraktor, sejak sekitar 18 bulan lalu.
Selain kerinduannya dengan adik dan orang tuanya, kenekatan dari pria yang memang penghobi sepeda ini didasari keinginannya yang kuat untuk menjajal Jakarta-Kediri melalui jalur selatan.
“Sudah lama tidak pulang. Kangen, terutama sama adik. Selain bisa merayakan lebaran bareng besok, sepeda ini kan hobi ya, Mas. Jadi ya memang kepingin banget menyusuri jalur selatan Pulau Jawa. Lega bisa sampai rumah, aman,” kata Muchlis, seraya memastikan keadaannya, Selasa (4/6/2019).
Sepanjang perjalanannya, ia tak pernah mematok waktu. Ia jalan pada kecepatan 20-30 KM. Kapan pun kakinya lelah mengayuh sepeda MTB hitam kesayangannya itu, ia berhenti dan beriistirahat. Baik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU), minimarket maupun warung yang ia temui. Ia pun tak mempermasalahkan soal tidur jika malam tiba. Namun, beruntung beberapa teman siap menampungnya di beberapa daerah yang ia lewati.
“Tidur yang dihari ketiga itu di Cilacap, di rumah teman. Terus malam keempat juga alhamdulillah di Yogyakarta dirumah teman. Sisanya di SPBU,” terangnya.
Hampir tak ada kendala berarti bagi Muchlisyin. Selain cuaca yang panas disiang hari dan sangat dingin di malam hari. Sepeda yang ia beli sewaktu sekolah ini pun tak pernah rewel. Hanya saja dia merasa sangat kelelahan saat menghadapi tanjakan di sepanjang Wonogiri hingga Ponorogo sehingga memaksanya untuk membatalkan puasa di hari ketiga dan keempat perjalanannya.
“Sepeda aman. Alhamdulillah nggak sampai bocor juga. Hanya dihajar tanjakan aja yang keteteran, apalagi malam, dingin. Kaki pegel. Ponorogo paling parah tanjakannya,”
Pria yang pernah menempuh jarak Jakarta-Bogor, Jakarta-Tangerang dan sejumlah rute lain ini sebenarnya tak sendiri, ada sekitar 10 kawan sesama pemudik bersepeda yang berkumpul di Karawang. Namun, mereka berpisah dari Jawa Barat dan Yogyakarta. Ia juga berpisah dengan Bayu, pemudik dari Blitar saat memasuki wilayah Jawa Timur.
Sementara itu untuk kebutuhan makan dan minum selama perjalanan ia menghabiskan Rp. 600 ribu. Peralatan dan perlengkapan keamanan bersepeda seperti helm, kacamata tak perlu lagi baru, hanya ia perlu membeli matras sebagai alas tidur.
Meski dari nilai tersebut ia mengaku bisa mendapatkan tiket kereta api untuk kelas eksekutif sekali pun, namun, pengalaman selama perjalanan tentu lebih menyenangkan untuk pria berperawakan kurus yang memang mencintai sepeda sejak masih sekolah itu.
“Seneng banget bisa mudik naik sepeda. Lelah tapi banyak pengalaman,”
Sementara itu, Maryono (52) dan Khoirimah (52) sangat lega, ketika anak keduanya dari tiga bersaudara ini tiba dengan sehat dan selamat. Sebelumnya, ia mengaku tak mampu menghalangi niat anaknya itu yang telah disampaikannya sejak tiga bulan sebelum keberangkatan.
“Tekadnya kuat, tidak bisa dikendalikan karena memang sejak kecil sangat menyukai bersepeda. Kita orang tua hanya bisa mendoakan semoga selamat,” kata Maryono.
Selain berhati-hati, saat itu pesan Maryono adalah selalu memberinya kabar ketika diperistirahatannya.
Kini keluarga Maryono telah lengkap, dan bersiap menyambut Hari Raya Idul Fitri yang akan tiba esok hari, Rabu, 5 Juni 2019 sesuai ketetapan pemerintah. Sementara Muchlisyin hanya butuh waktu untuk recovery dari pegal di kaki, dan bokongnya. (ydk/sam)
Baca Juga :