Kediri (Jatimsmart.id) – Angka perceraian di Kabupaten Kediri tergolong tinggi. Sepanjang 2019, Pengadilan Agama (PA) setempat mencatat adanya ribuan perkara perceraian. Kasus ini, didominasi kalangan masyarakat yang bekerja sebagai TKI.
“Perceraian di Kabupaten Kediri semakin tahun semakin meningkat, tahun 2019 tembus 5.000,” kata Munasik, Humas Pengadilan Agama Kabupaten Kediri.
Data di PA Kabupaten Kediri menyebutkan, perkara perceraian yang diterima tahun 2019 sebanyak 4.136 kasus. Rinciannya, 1.053 cerai talak dan 3.083 cerai gugat. Dari seluruh kasus perceraian tersebut yang masuk ke PA, 3.738 perkara diantaranya telah diputus. Terdiri dari, 2.788 cerai gugat dan 950 cerai talak.
Lebih rinci, perkara perceraian tersebut didominasi oleh perceraian gugat. Artinya, perceraian yang diajukan oleh perempuan. Kondisi tersebut, menurut Munasik tak terlepas dari faktor ekonomi yang menjadi pemicu utama. Banyak warga Kabupaten Kediri menjadi TKI, sehingga rumah tangga mereka menjadi tidak harmonis.
“Kebanyakan juga korban TKI yang ujung-ujungnya masalah ekonomi ke Luar Negeri,” imbuh Munasik.
Lanjut Munasik, kasus perceraian di Kabupaten Kediri tidak jauh berbeda dengan Kabupaten Blitar. Dua daerah ini sama-sama menjadi Kantong TKI di Jawa Timur. Kabupaten Kediri menjadi terbesar ke 6 di Jawa Timur dengan jumlah sekitar 5.000 warga.
“Karena persoalan ekonomi, kemudian pihak suami atau istri pergi ke luar negeri untuk bekerja. Ujung-ujungnya ada yang pulang menggugat cerai pasangannya. Kasus-kasus seperti ini banyak. Istrinya diizinkan menjadi TKW. Kemudian suaminya di rumah tidak bekerja hanya menunggu datangnya duit ombo (baca : uang dari Luar Negeri). Akhirnya sang istri pulang mengurusi perceraian,” beber Munasik.
Selain faktor ekonomi, penyebab kedua karena kehadiran pihak ketiga. Itupun masih dari kalangan mereka. Saat salah satu merantau, suami atau istri yang kemudian berbuat serong dengan orang lain. Pun demikian, dengan mereka yang berada di rantau.
Sementara itu, sebelum perkara diputus, PA Kabupaten Kediri selalu memberikan waktu mediasi kepada kedua belah pihak. Namun yang terjadi selama ini, prosentasi kembali rujuk relatif sangat kecil. Sebab kedua belah pihak yang mengajukan gugatan ke pengadilan, biasanya telah menemui jalan buntu dan menghendaki untuk berpisah. (ydk/jek)