Surabaya (Jatimsmart.id) – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur merilis berita resmi hasil Long Form Sensus Penduduk 2020 (LF SP 2020), Senin (30/1/2023). Pada rilis LF SP 2020 tersebut, salah satu yang dipaparkan adalah Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Timur menunjukkan tren penurunan.
Pejabat Fungsional Statistisi Ahli Madya BPS Jatim, Sunaryo, menyampaikan, LF SP 2020 memiliki misi besar, yakni sebagai benchmark indikator kependudukan Indonesia, dan untuk melihat gambaran demografi Indonesia setelah melewati pandemi Covid – 19. Selain itu, sebagai evaluasi capaian pembangunan di bidang kependudukan pada Sustainable Development Goals (SDGs) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“Data yang sudah dikumpulkan tidak akan bermakna jika tidak dimanfaatkan sebagai dasar perencanaan dan dasar pengambilan kebijakan. Di sisi lain, Long Form SP 2020 juga memiliki dukungan khusus dalam Grand Design kependudukan,” terang Sunaryo.
Dikatakan Sunaryo, Grand Design kependudukan terkait pengendalian kuantitas penduduk ini bertujuan agar tercapai penduduk yang tumbuh seimbang. Untuk itu, dilakukan dua upaya yaitu pengaturan fertilitas dan penurunan mortalitas.
“Pengaturan fertilitas itu melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kehamilan, dan peningkatan peran perempuan dalam pendidikan dan dunia kerja. Lalu, upaya selanjutnya adalah dengan mengurangi angka mortalitas melalui penurunan angka kematian ibu dan bayi,” jelasnya.
Sunaryo memaparkan, bahwa angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) hasil LF SP 2020 di Jawa Timur sudah berada di bawah Replacement Level atau di bawah TFR sebesar 2,1 sejak sensus 2000 hingga tahun 2022.
“TFR sebesar 1,98 ini berarti wanita usia 15 hingga 19 tahun secara rata – rata mempunyai satu hingga dua anak selama akhir masa suburnya. Kemudian angka fertilitas remaja atau Age Specific Fertility Rate yang disingkat ASFR, yakni pada umur 15 hingga 19 tahun turun bahkan secara signifikan jika dibandingkan pada SP 1971 seiring dengan meningkatnya partisipasi remaja perempuan di pendidikan dan masuknya perempuan dalam partisipasi dunia kerja,” paparnya.
Sunaryo mengungkapkan, AKB di Provinsi Jawa Timur menunjukkan tren penurunan bahkan sudah lebih rendah dari target RPJMN tahun 2024, meski secara target SDGs tahun 2030 masih belum tercapai.
“Meski target SDGs belum tercapai, tapi penurunan AKB itu turut menunjukkan adanya peningkatan kualitas AKB. Yakni adanya peningkatan kualitas derajat kesehatan di Jawa Timur. Hal ini juga berkat dukungan nutrisi dan makanan bergizi seperti pemberian makanan tambahan, serta imunisasi pada bayi yang bisa meningkatkan kesehatan bayi sehingga harapannya akan menjadi generasi unggul yang dapat mendukung pembangunan bangsa dan Negara,” ungkap Sunaryo.
Angka Kematian Balita dan Bayi, lanjut Sunaryo, merupakan salah satu indikator yang menjadi target SDGs. “Angka Kematian Bayi di Jawa Timur adalah sebesar 13,49. Ini berarti terdapat sekitar 1.349 kematian bayi dari setiap 100 ribu kelahiran hidup. Angka kematian bayi dan balita tertinggi adalah di Kabupaten Bondowoso sedangkan terendah adalah di Kota Surabaya,” ujar Sunaryo.
Sunaryo pun menuturkan, peta sebaran AKB pada 38 kabupaten/kota di Jawa Timur termasuk dalam kategori rendah dimana AKB kurang dari 20. “Kami telah memperingkatkan atau marangkingkan lima tertinggi dan terendah AKB di Jawa Timur, yakni Kabupaten Bondowoso memiliki AKB tertinggi di situ terdapat sekitar 20 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup,” terangnya.
Selain itu, Sunaryo juga mengungkapkan bahwa sebagian daerah tapal kuda yakni Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Lumajang, Pasuruan, Situbondo dan Probolinggo serta empat kabupaten di Pulau Madura memiliki capaian AKB yang relatif lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Jawa Timur.
“Pada gambar sebaran peta semakin warna hijaunya gelap itu semakin relatif lebih tinggi AKB – nya,” pungkasnya. (red/kjt)