Kediri – Bicara soal stunting mungkin masih terdengar cukup asing. Namun masyarakat tak boleh abai terhadap gangguan pertumbuhan anak tersebut, dimana mereka akan mengalami gagal tumbuh akibat kekurangan gizi kronis menahun sejak awal kehamilan sehingga tinggi mereka akan tidak seperti anak seusianya.
Tahun 2030, Indonesia diperkirakan akan mengalami bonus demografi, dimana angka produktif (15-64 tahun) manusia diprediksi mencapai 68 persen dari total populasi dan angkatan tua (65 tahun) sekitar 9 persen. Sehingga stunting dapat menjadi ancaman dan Indonesia akan melewatkan masa itu, jika tidak segera dilakukan pencegahan.
Untuk menanggulanginya, pemerintah memasukkan penurunan stunting menjadi target program kerja pemerintah tahun 2015-2019. Bersama Kementrian Kesehatan dan sejumlah Kementrian terkait lainnya, Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo RI, gencar melakukan sosialisasi, baik melalui media maupun terjun secara langsung dan bertatap muka dengan masyarakat.
“Stunting menjadi priorotas. Kami membantu mendiseminasi informasi dan mengkoordinasikan, karena penanganan stunting ini kan tidak tunggal. Tidak hanya urusan Kementrian Kesehatan. Ini juga menyangkut masalah sosial. Kita semua menyatu, bergotong royong diselesaikan secara bersama-sama,” kata DR. Wiryanta, MA, PhD, Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Sabtu (19/01/2019).
Sosialisasi telah dilakukannya di beberapa daerah, khususnya Jawa Timur, di Kediri pihaknya menggandeng KSTV, stasiun televisi lokal yang mencakup wilayah eks-Karesidenan Kediri melalui acara Live Talk Show.
Bersama dr. Prima Hari Nastiti, praktisi kesehatan, pihaknya memberikan pemahaman tentang perilaku hidup bersih dan sehat, untuk mencegah stunting dalam Talk Show bertajuk “Sudut Pandang” tersebut.
Masih lemahnya pengetahuan orang tua terkait pemenuhan nutrisi anak masih menjadi faktor utama, disamping kondisi sosial ekonomi di masyarakat. Ini yang menyebabkan Indonesia menempati urutan ke 4 dunia untuk penderita stunting dibawah India dan Pakistan.
“Indonesia menyumbang 9 juta anak penderita stunting dari 159 juta anak di dunia. Budaya yang penting kenyang, sementara nutrisi belum tentu tepat masih belum disadari oleh orang tua, terutama masyarakat di desa. Anak berawakan pendek masih dianggap wajar, toh nanti akan tumbuh dengan sendirinya menurut mereka,” kata dr. Prima Hari Nastiti, usai Talk Show.
Perempuan Akademisi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surabaya ini mengimbau orang tua perlu memantau proses tumbuh kembang anak terutama di masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Hidup bersih dan sehat merupakan salah satu kunci untuk memastikan pertumbuhan anak yang maksimal agar anak dapat terhindar dari stunting. Stunting sendiri menurutnya akan mempengaruhi perkembangan otak anak dengan IQ yang cenderung kurang. Hal ini lah yang menjadi letak ancamannya. Ini harus segera di tekan, untuk menyiapkan generasi emas Indonesia. Penemuan dini pada penderitanya juga diharapkan dapat memperbaiki dengan cepat.
“Pertumbuhan tulang di 2 tahun pertama mempengaruhi pertumbuhan anak. Gizi harus diberikan secara seimbang. Dengan menurunkan prevalence dari stunting ini akan mampu menyiapkan generasi bangsa yang siap untuk bersaing di dunia internasional” pungkasnya. (ydk/sam)