Banyuwangi (Jatimsmart.id) – Gunung Ijen dinyatakan naik status dari Level I atau Normal menjadi Level II atau Waspada. Hal ini berdasarkan hasil evaluasi secara menyeluruh baik secara visual, instrumental, maupun potensi ancaman bahayanya. Maka dari itu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) mengimbau agar masyarakat di sekitar Gunung Ijen tidak mendekati kawah dalam radius 1.5 km dari bibir kawah.
Plt. Kepala Badan Geologi, Muhammad Wafid, melalui surat terkait peningkatan aktivitas Gunung api Ijen, pada Sabtu (7/1/2023) menyampaikan, masyarakat yang bertempat tinggal di sepanjang aliran Sungai Banyu Pait agar selalu waspada terhadap potensi ancaman aliran gas vulkanik yang berbahaya dan tetap memperhatikan perkembangan aktivitas Gunungapi Ijen.
“Jika tercium bau gas sulfur atau belerang yang menyengat dan pekat, maka masyarakat diimbau agar menggunakan masker penutup alat pernapasan. Untuk jangka pendek atau darurat dapat menggunakan kain basah sebagai penutup alat pernapasan hidung maupun mulut,” imbau Muhammad Wafid, dalam suratnya terkait informasi kenaikan status Gunung Ijen.
Selain itu, Wafid juga mengimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi dan Kabupaten, beserta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) agar senantiasa berkoordinasi dengan PVMBG – Badan Geologi atau Pos Pengamatan Gunung Api Ijen di Desa Tamansari, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Dalam suratnya, Wafid memaparkan pengamatan secara visual terhadap aktivitas Gunung Ijen. Dijelaskannya, pada periode 1 Desember 2022 – 7 Januari 2023, angin di kawasan gunung bertiup lemah hingga kencang ke arah timur, selatan, dan barat dengan suhu udara antara 18-33°C.
Tampak asap Solfatara berwarna putih bertekanan lemah dengan intensitas tipis, tinggi dan asap antara 50-400 meter dari puncak. Suhu air danah kawah pada bulan Desember 2022 terukur 16oC. Pada 5 Januari 2023, pemeriksaan kawah menunjukkan suhu air danau kawah meningkat menjadi 45.6oC. Air danau kawah berwarna hijau muda, dengan mengeluarkan asap solfatara putih tebal dan bertekanan lemah sampai sedang juga berbau gas belerang tercium kuat.
Sedangkan untuk pengamatan secara instrumental, Wafid memaparkan, pengamatan kegempaan pada umumnya berfluktuatif. Namun terjadi kecenderungan peningkatan pada gempa permukaan atau pada kedalaman dangkal.
Pada periode 1 Desember 2022 – 7 Januari 2023 telah terekam 246 kali Gempa Hembusan, 1 kali Gempa Tremor Non-Harmonik, 3 kali Gempa Tornillo, 890 Gempa Vulkanik Dangkal, 20 Gempa Vulkanik Dalam, 9 kali Gempa Tektonik Lokal, dan Tremor Menerus dengan amplitudo 0.5 – 2 mm (dominan 1 mm).
Evaluasi Gunung Ijen
Lebih lanjut dipaparkan Wafid dalam suratnya, bahwa berdasarkan data pengamatan visual dan instrumental tersebut, terjadi peningkatan aktivitas vulkanik yang ditandai dengan meningkatnya kejadian Gempa Hembusan dan Gempa Vulkanik Dangkal sejak bulan Juli 2022.
Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan tekanan pada kedalaman dangkal sebagai akibat dari aktivitas hydrothermal Gunung Ijen. Peningkatan tekanan tersebut menyebabkan kejadian hembusan di Gunung Ijen juga naik.
Dalam suratnya, Wafid juga menjelaskan bahwa peningkatan aktivitas di Kawah Gunung Ijen seringkali ditandai oleh perubahan warna air danau kawah dari hijau menjadi hijau keputih-putihanan, hal ini terjadi akibat naiknya endapan dari dasar danau ke permukaan akibat adanya tekanan gas yang kuat dari dasar danau. Suhu air kawah Ijen juga akan meningkat seiring dengan tekanan atau konsentrasi gas yang keluar dari dasar danau.
“Dalam kondisi meningkatnya aktivitas Kawah Ijen ini, biasanya gelembung-gelembung gas dipermukaan air kawah akan muncul. Pengukuran suhu air danau pada tanggal 5 Januari 2023 juga menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil pengukuran Bulan Desember 2022,”jelas Wafid dalam suratnya.
Dalam suratnya, Wafid juga menambahkan, potensi bahaya yang bisa ditimbulkan dari aktivitas vulkanik di Gunung Ijen pada saat ini. Antara lain, gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah yang berasal dari aktivitas solfatar di dinding kawah Ijen dan juga difusi gas-gas vulkanik dari dalam kawah ke permukaan. Selain itu juga erupsi freatik berupa semburan gas dari danau kawah. Erupsi freatik bisa terjadi tanpa didahului oleh peningkatan aktivitas baik visual maupun kegempaan.
“Beberapa kejadian peningkatan aktivitas Kawah Ijen seringkali diikuti oleh kejadian outburst gas atau semburan gas dari danau kawah Ijen. Gas yang menyembur tersebut terutama adalah CO2. Gas CO2 ini mempunyai berat jenis yg lebih berat dari udara, sehingga CO2 yang keluar akibat semburan ini, cenderung akan mengalir menyusuri lembah seperti kejadian letusan atau semburan gas di Kawah Ijen di Bulan Maret 2018 yang lalu,”imbuhnya. (red/kjt)