Blitar (Jatimsmart.id)– Komisi III DPRD Kota Blitar melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di lokasi pembangunan Hotel Santika di Jalan Ir. Soekarno-Hatta Kelurahan Bendogerit Kota Blitar. Di dampingi Kepala Dinas Inkopar dan Kepala KPTSP Kota Blitar, pihak legislatif menyoroti polemik 124 Kepala Keluarga yang menggugat atas pembangunan hotel tersebut.
Ketua Komisi III DPRD Kota Blitar, Totok Sugiarto mengatakan, untuk melihat fakta riil di lapangan sesuai dengan laporan yang diterima terkait persyaratan atau perijinan. Diantaranya dipersyaratkan koefisien konstruksi bangunan itu sebesar 70 persen dari luas lahan yang tersedia. Sementara 20 persennya untuk ruang terbuka hijau.
“Kalau kita kira-kira kurang lebihnya sudah memenuhi persyaratan. Namun untuk validitas data, saya minta site plan dibuat sedemikian biar kita tahu secara administratif pelaksanaan pembangunan sudah memenuhi ketentuan. Salah satunya terpenuhinya 20 persen lahan ruang terbuka hijau,” kata Totok Sugiarto.
Lebih lanjut Totok menyampaikan, terkait permintaan masyarakat tidak boleh memanfaatkan sumber daya air tanah. Dalam pembangunan Hotel Santika ini, memang memakai sumur permukaan dengan kedalaman 12 hingga 15 meter.
“Dari beberapa sumur dimanfaatkan untuk aktifitas. Sedangkan untuk pemakaian air minum atau air lainnya sudah ada komitmen memakai PDAM,” jelasnya.
Totok menambahkan, terkait Analisa Dampak Lalu-lintas (Amdallalin) dan lainnya akan ditinjau sebagaimana Amdal tahun 2018.
“Nah ini kesesuainnya dengan dinamika perkembangan terkini seperti apa,” imbuhnya.
Totok menandaskan, yang terpenting yang menjadi persyaratan perijinan dipenuhi. Utamanya terkait pemberdayaan masyarakat sekitar.
“Jadi keberadaan hotel itu harus memenuhi asas manfaat bagi masyakat sekitar dan Kota Blitar,” pungkasnya.
Sementara Diana, management admin Hotel Santika mengatakan, sidak Komisi III DPRD Kota Blitar tersebut karena ada laporan.
“Alhamdulillah semua sudah sesuai prosedur. Jadi nggak ada permasalahan,” kata Diana.
Lebih lanjut Diana menandaskan, terkait masalah sempadan radius 200 meter bisa berkoordinasi dengan dinas terkait. Karena kalau radius tersebut benar-benar diterapkan di Kota Blitar, maka banyak bangunan yang sudah berdiri harus dirobohkan. Misalnya sepanjang kali urung-urung beberapa bangunan juga berdiri dengan radius kurang dari 200 meter.
“Tentunya dinas terkait punya kebijakan tentang hal ini. Tadi dari dinas sudah menyampaikan kalau masalah itu mereka yang akan mengklarifikasi. Karena point itu tercantum dalam Permen PU,” pungkas Diana.
Di tempat yang sama M. Trianto, perwakilan warga sekitar pembangunan Hotel Santika mengatakan, dengan sidak Komisi III ini, para anggota dewan sudah memgatahui bahwa pembangunan hotel tersebut berada di RT 3 RW 2. Namun di semua dokumen, baik itu Amdal, UKL, UPL maupun IMB itu, berada di RT 1 RW 2 Kelurahan Bendogerit.
“Ini artinya sudah salah alamat dan cacat demi hukum,” kata M. Trijanto.
Trijanto menambahkan, selain itu jarak antara hotel dengan mata air.
“Menurut Permen PUPR nomor 28/PRT/M/2015 pasal 11 disebutkan, garis sempadan mata air ditentukan mengelilingi mata air minimal 200 meter. Namun faktanya pembangunan Hotel Shantika ini hanya berjarak 95 meter dengan mata air Sendang,” jelasnya.
Lebih lanjut Trijanto menandaskan, jika masalah tersebut memimbulkan gejolak masyarakat dan cacat hukum, maka DPRD mempunyai hak untuk membentuk pansus.
“Tadi sudah jelas hampir semua dokumennya kita anggap cacat hukum. Misal di IMB lantai 5 tapi faktanya ini lantai 7. Artinya apa, temuan-temuan ini harus dibawa ke pansus,” tandasnya.
Trijanto menegaskan, bahwa warga Sendang tidak menolak adanya pembangunan hotel di wilayahnya.
“Warga sini tidak menolak adanya pembangunan itu. Kita mendukung penuh adanya pembangunan itu, asalkan sesuai dengan undang-undang yang ada,” pungkasnya. (tok)