Surabaya (Jatimsmart.id) – BKKBN terus berupaya untuk menurunkan angka stunting dengan berbagai strategi. Salah satunya melalui pelantikan Duta Stunting yang tidak lain adalah Bunda GenRe (Generasi Berencana) di 38 Kabupaten/Kota se-Jawa Timur.
Kepala BKKBN Pusat, Hasto Wardoyo mengatakan BKKBN harus segera bergerak, salah satunya yaitu menjadikan seluruh Istri Bupati atau Walikota sebagai Duta Stunting. Duta Stunting yang sebelumnya menjabat sebagai Bunda GenRe ini diharapkan segera melakukan dobrakan atau aksi bukan hanya sekedar slogan saja sebagai Duta.
“Para Duta Stunting ini disertai pasukannya yaitu para pendamping keluarga dimana para pendamping keluarga ini terdiri dari Bidan, PKK dan kader KB. Kita sudah bentuk 200 ribu TPK (Tim Pendamping Keluarga) artinya ada 600 ribu orang ditingkat Kabupaten/Kota, termasuk di Jawa Timur,” ungkap Hasto.
Dari TPK tingkat Kabupaten/Kota tersebut, sambung Hasto akan membentuk TPK tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Sehingga akan semakin banyak TPK di Desa-Desa untuk melakukan penyuluhan dan pendampingan keluarga.
Hasto juga menyebutkan dari data Riset Kesehatan Dasar 2018, bayi lahir sebelum waktunya atau premature yaitu lahir kurang dari 37 minggu kehamilan di Indonesia cukup tinggi yaitu 29 persen. Bayi dengan berat badan saat lahir kurang atau BBLR sebanyak 11,7 persen dari bayi lahir prematur (29 persen).
“Sumber BBLR dan premature adalah anemia ibu kawin atau hamil pada usia kurang dari 20 tahun,” tambahnya.
Untuk itu, jelas Hasto penanganan stunting dari hulu adalah penyuluhan untuk calon pengantin dan pemeriksaan Kesehatan bagi calon pengantin perempuan apakah anemia atau tidak. Jika saat pemeriksaan calon pengantin dan diketahui mengalami anemia maka akan mendapatkan vitamin tambah darah dan akan terus dipantau sampai anemia teratasi.
Ditempat yang sama, Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN Pusat, Nopian Andusti mengatakan data survey status gizi balita Indonesia 2019 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia adalah 27,67 persen masih di atas angka standar WHO yaitu 20,5 persen. Oleh karena itu, percepatan penurunan stunting menjadi prioritas pembangunan yang dituangkan dalam Peraturan Presiden nomor 27 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. “Angka prevalensinya ditargetkan dapat diturunkan menjadi 14 % pada tahun 2024,” ujarnya.
Dalam Perpres tersebut, jelas Nopian, juga mengamanatkan untuk memastikan setiap calon pengantin atau calon pasangan usia subur berada dalam kondisi ideal untuk menikah dan hamil. Oleh karena itu, catin PUS harus memperoleh pemeriksaan Kesehatan dan pendampingan selama 3 bulan pranikah serta mendapatkan bimbingan perkawinan dengan materi pencegahan stunting. (*)