Kediri (Jatimsmart.id) – Tim Cobra, Satreskrim Polres Lumajang diPraperadilkan dan dituntut ganti rugi sebesar Rp 100 Miliar, oleh Gita Hartanto dan Hendri Faizal. Melalui Kuasa Hukumnya gugatan tersebut dilayangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Kediri, Rabu (30/10).
Kuasa Hukum Gita, M. Solihin HD, SH bersama rekannya mendaftarkan permohonan gugatan Praperadilan di PN Kabupaten Kediri. Permohonan itu diterima pihak Panitera Pengadilan. Sidang diperkirkan akan digelar dua pekan kedepan.
“Kami datang kesini dalam rangka mengajukan permohonan Praperadilan tentang penyitaan penggeledahan yang dilakukan oleh Polres Lumajang. Kaitannya dengan barang-barang yang disita milik atas nama Gita Hartanto (pemohon I) dan atas nama Hendi Faisal (pemohon II),” kata Solihin HD, SH.
Materi gugatan tersebut, lanjut Solikin HD, tertuju pada Kasat Reskrim Polres Lumajang, Jawa Timur. Isinya tentang sah atau tidaknya tindakan penggeledahan dan penyitaan barang, pada 3 Oktober 2019 lalu yang dilakukan Tim Cobra Satreskrim Polres Lumajang.
Saat itu Tim Cobra menggeledah dan menyita barang milik Gita Hartanto dan Hendri Faizal di rumahnya di Dusun Cangkring, RT 2 RW 3 Desa Titik, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri. Penggeledahan dan penyitaan tersebut merupakan pengembangan kasus PT. Amoeba Internasional yang diduga melakukan penipuan berkedok bisinis Multi Level Marketing (MLM) di kawasan Lumajang, Jawa Timur.
Menurut Solihin, tindakan Satreskrim Polres Lumajang dengan menyita barang-barang milik kliennya sudah menyalahi prosedur hukum acara pidana. Sebab, barang-barang itu tidak berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani Polres Lumajang.
“Barang buktinya banyak, ada 25 item. Salah satunya ada Hp, flashdisk dan laptop yang semua itu adalah milik pemohon II yang bekerja menjadi Direktur PT Akademi Wirausaha Indonesia. Dan barang ini tidak ada hubungannya dengan barang bukti perkara yang saat ini ditangani Polres Lumajang,” terang Solihin.
Lebih lanjut, menurut Solikin kasus ini seakan dipaksakan oleh Satreskrim Polres Lumajang. Sebab, berdasarkan berita acara kasus tindak pidana perdagangan dengan sistem Multi Level Marketing (MLM) atas nama Gita Hartanto tanpa dilengkapi izin berupa SIUPL yang ditangani Polda Jawa Timur sudah dikeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sejak tahun 2017 silam.
Bahkan penyelidikan oleh Bareskrim Mabes Polri terhadap tindak pidana penerapan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang atas nama Gita Hartanto, direktur PT Amoeba Internasional, juga dihentikan. Karena bukan merupakan tindak pidana.
“Mengapa kami ajukan Praperadilan, sebab perkara yang ditangani oleh pihak penyidik hal ini Polres Lumajang sebelumnya pernah ditangani oleh pihak Mabes Polri dan Polda Jawa Timur dan keduanya telah menghentikan perkara ini. Pertanyaan kami, dasar apa pihak Polres Lumajang melakukan penyelidikan. Artinya disini ada upaya secara paksa yang di luar prosedur hukum acara yang dilanggar sendiri oleh penyidik,” jelasnya.
Atas dasar hal itu dalam permohonan gugatannya, Solihin meminta PN Kabupaten Kediri menghukum termohon gugatan dan mengembalikan barang sitaan tersebut. Serta menuntut ganti rugi material sebesar Rp 100 Miliar.
“Dari kejadian ini selama tiga bulan terakhir perusahaan mengalami kerugian hingga miliaran rupiah. Kita minta mereka membayar ganti rugi material Rp 100 miliar,” tegasnya.
Sementara diketahui, Tim Cobra Satreskrim Polres Lumajang melakukan pengembangan kasus PT. Amoeba Internasional yang diduga melakukan penipuan berkedok bisinis Multi Level Marketing (MLM) di Lumajang, Jawa Timur. Dalam kasus itu PT Amoeba Internasional mendistribusikan barang menggunakan brand Q-Net. Atas kasus itu polisi juga menggeledah beberapa rumah atau kantor Q-Net di beberapa daerah. Polisi menduga PT Amoeba Internasional menjadi pendukung sistem operasional PT QN International Indonesia (Q-Net). (ydk)